Kirab Boyong Kedhaton Kelurahan Sukowinangun Kabupaten Magetan

Prosesi Kirab Boyong Kedhaton Keluraha Sukowinangun 

Beritatrends, Magetan – Ratusan warga memadati Jalan Kunti Magetan sejak Minggu pagi tadi sekitar pukul 06.30 WIB, demi menonton Kirab Boyong Kedhaton Keluraha Sukowinangun dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) RI ke-77. Kirab tersebut dimulai dari Rumah Lurah Sepuh ke Kantor Kelurahan Sukowinangun Jalan Kunti Selatan Pasar Sayur Magetan, Minggu, (7/8/2022).

Pantaua Awak media Beritatrends kirab Boyong Kedhaton dimulai pukul 07.00 WIB. Namun, pengunjung mulai berdatangan sejak pukul 06.00 WIB. Pelaksanaan kirab berbarengan dengan acara Car Free Day (CFD) di sepanjang Jalan Yos Sudarso Kota Magetan.

Bupati Magetan Dr. Drs H. Suprawoto, SH. M.Si mengatakan, acara Kirab Boyong Kedhaton Keluraha Sukowinangun ini inisiatif dari Kelurahan Sukowinangun untuk Boyong Kedaton dari keluarga Mbah Lurah Sepuh yang menyimpan pusaka-pusakanya karena apa? karena orang Jawa itu dikatakan samporno kalau sudah punya lima hal diantanya wismo (wismo itu rumah), kemudian wanito (wanito itu istri) lalu yang ketiga itu turonggo (turonggo itu kuda), yang keempat itu peliharaan namanya itu kukilo itu peliharaan kalau orang dulu burung kutut dan kelima itu orang Jawa kalau sampurno punya curigo (curigo itu pusaka) oleh sebab itu orang Jawa itu tidak bisa dilepaskan dari pusaka sebagai piandal.

“Kita ingat pahlawan Diponegoro waktu memberontak kepada Belanda waktu itu berperang beliau panjunya Islam tetapi beliau piandelnya tetep keris artinya bukan Pangeran Diponegoro itu kemudian mengkuduskan keris tetapi sebagai senjata, keris itu sebenarnya kan apabila kemudian pertempuran satu lawan satu yang pendek itukan keris paling gampang selain hiasan gampang nyabutnya, jadi cara berpikir sekarang saja logis nah ini kemudian pusoko itu sekarang kan disimpan di keluarga kyai lurah sepuh kemudian diboyong kesini karena dulu menurut cerita yang dikirim ke  Sukowinangun dulu kantornya dirumahnya Mbah Lurah kemudian yoso kantor desa sini (Sukowinangun) sebelum kelurahan namanya kan desa dulu jadi sudah biasa dulu namanya Kepala Desa kantornya dirumah sendiri,”papa Suprawoto.

Baca Juga  Upacara Peringatan Hari Santri Nasional di Ponpes Bidayatul Hidayah Rohil

Pihaknya masih mengingat kenapa dulu namanya Lurah itu punya nilai dituakan, dulu Lurah bukan sembarang orang, kenapa? karena dia memimpin itu seumur hidup, lurah dulu seumur hidup gak kayak lurah sekarang 3 periode, dulu jadi lurah jaman saya masih kecil lurah itu Kepala Desa bukan Lurah model sekarang,  jadi sebelum meninggal tidak di ganti, oleh sebab itu dia harus punya piandel harus dipercaya masyarakat kalau jaman demokrasi kan tidak, sekarang kadang-kadang orang di coba saja dulu bagus apa enggak kalau tidak diganti 5 tahun yang akan datang, nah dulu karena seumur hidup itulah kemudian orang dulu memilih betul bahwa lurah itu bisa melindungi rakyatnya ditandai dengan payung, payung itu kan melindungi oleh karena itu maknanya mengayomi, warnanya saja sudah beda antara raja, patih, lurah, bupati warnanya sudah gak boleh sama, terus tombak harus punya piandel.

“Anak  sekarang saja ditanya keris itu apa pada enggak ngerti, ini dikirab itu maksudnya Insyaallah nanti masyarakat Sukowinangun mulai tua muda statusnya berubah menjadi membicarakan apa itu boyong kedaton, kemudian membicarakan pasti nanti cari di google keris itu apa, tombak itu apa dan seterusnya itu sebenarnya triger dari makna, dari ini dimaknai kewajiban kita sebagai orang Jawa kan takdir Tuhan gak minta, jadi nanti mas Triwiyoso itu nanti kalo sudah di kapundut, namanya manusia pasti ada batasannya di panggil tuhan di tanya mas Triwiyoso dulu sebagai orang Jawa jawabannya apa pernah pakai blangkon, bawa keris karena kita semua jadi orang jawa takdir Tuhan nanti kalo bahasa jawa budaya hilang yang dosa kita semua kalau budaya sunda hilang yang dosa orang Sunda karena kita lahir adalah takdir,”beber Suprawoto.

Baca Juga  Pemkab Karo Ucapkan Selamat Hari Kartini

Ditempat yang sama Lurah Sukowinangun Tikno mengatakan, sebenarnya UMKM dulu diresmikan oleh Kepala Dinas Indag itu sebenarnya jalan Srikandi kemudian selang beberapa bulan jalan Yos Sudarso muncullah Car Free Day (CFD) jadi statusnya pengunjung itu banyak yang beralih dari Srikandi ke Yos Sudarso sehingga kita mengusulkan kepada bapak Bupati kalau bisa jalan Kunthi mulai perempatan sampai dengan SD Sukowinangun 2 itu kalau bisa diperbarui, jadikan lahan di tepi dengan catatan tanpa menghilangkan pohon ayoman sehingga UMKM yang di jalan Srikandi bisa di tata ulang.“Mumpung kesempatan ketemu pak Bupati kita sampaikan,”ucap Tikno.

“Selanjutnya kegiatan boyong kedaton sebenarnya dari tokoh masyarakat, sudah menggagas kurang lebih 3 tahun yang lalu, kemudian ada pandemi sehingga tertunda, boyong kedaton itu murni kegiatan masyarakat dan idenya juga dari masyarakat sehingga anggarannya pun itu swadaya masyarakat, dari kelurahan mohon maaf belum menganggarkan, juga seperti itu dan juga di dukung restu dari keluarga Mbah Lurah Sepuh itu sebetulnya Lurah kedua cuma yang memiliki pusoko termasuk  yoso gamelan gongsoblerosedo Almarhum Mbah Satarwulosanjoyo itu yang jelas, pungkas Tikno.

Pos terkait