Beritatrends,Blitar – Terbitnya keputusan Bawaslu Kabupaten Blitar yang menghentikan penyelidikan terkait kasus pembagian beras oleh pasangan calon nomor urut 01, Rijanto-Beky, menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Langkah ini dinilai mencoreng kredibilitas lembaga pengawas pemilu dan menunjukkan ketidakmampuan dalam menegakkan aturan kampanye yang adil. Sejumlah pengamat dan masyarakat berpendapat bahwa keputusan tersebut bisa menciptakan preseden buruk bagi proses demokrasi di Kabupaten Blitar.
Arif Syarwani, mantan anggota Bawaslu Kabupaten Blitar 2018-2023 dan peneliti dari Lingkar Studi Demokrasi dan Kebijakan (ELSIDAK), mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan tersebut. Arif menilai bahwa Bawaslu tampak tidak berani mengambil tindakan tegas terhadap dugaan praktik politik uang. “Kasus ini jelas menunjukkan ada pasangan calon yang membagikan sembako, namun Bawaslu justru menyatakan tidak ada pelanggaran. Ini bisa berdampak negatif pada pemilu,” ungkapnya, Selasa (12/11/2024).
Arif berpendapat keputusan Bawaslu meninggalkan banyak pertanyaan, terutama karena mereka hanya menyebutkan bahwa kasus ini dihentikan karena “tidak memenuhi unsur”, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. “Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016 melarang pasangan calon memberikan materi kepada pemilih. Kenapa dalam kasus ini aturan tersebut seakan diabaikan?” tandasnya. Ia juga menambahkan bahwa insiden ini seharusnya bisa dikategorikan sebagai pelanggaran, mengingat ada mobil dengan atribut pasangan calon Haji Beky yang digunakan untuk mendistribusikan beras secara langsung kepada korban bencana.
Dari sudut pandang hukum, Arif menegaskan bahwa pembagian beras secara cuma-cuma dalam konteks kampanye jelas termasuk politik uang. “Pemberian beras secara gratis jelas merupakan materi yang dilarang dalam pemilu,” katanya. Ia menjelaskan bahwa pemberian barang sembako dapat mempengaruhi suara pemilih, yang dianggap sebagai bentuk janji untuk menarik dukungan terhadap calon tertentu.
Lebih lanjut Arif juga mempertanyakan sejauh mana Bawaslu memiliki keberanian untuk menegakkan aturan, terutama ketika ada tekanan politik. “Apakah Bawaslu berani menindak? Saya rasa mereka mungkin merasa tertekan dan memilih untuk menghentikan kasus ini. Ini bisa merusak kepercayaan publik terhadap integritas Bawaslu,” ujarnya dengan tegas.
Kasus ini memunculkan perdebatan di kalangan pengamat politik dan masyarakat tentang independensi Bawaslu. Banyak pihak berharap lembaga pengawas pemilu ini dapat bersikap tegas dan tidak mudah terpengaruh oleh tekanan politik dalam menjalankan tugasnya. Arif bahkan menyarankan agar pihak pelapor melanjutkan proses hukum ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk mempertanyakan keputusan Bawaslu Kabupaten Blitar.
Dihentikannya penyelidikan kasus ini malah menimbulkan keraguan besar terhadap komitmen Bawaslu dalam menjaga transparansi dan integritas pemilu. Masyarakat mengharapkan agar kasus serupa tidak terulang dan Bawaslu dapat lebih transparan serta konsisten dalam menindak pelanggaran kampanye yang melibatkan pasangan calon.
Terakhir Arif mengimbau Bawaslu untuk terus memperkuat integritasnya dalam setiap proses pemilihan, demi memastikan kualitas demokrasi yang semakin baik. “Pemilu harus menjadi wadah demokrasi yang bersih, dan Bawaslu memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan hal tersebut,” tutupnya.
Untuk diketahui, sebelumnya, kasus pembagian beras oleh pasangan calon nomor urut 01, Rijanto-Beky, kepada korban bencana angin puting beliung di Kabupaten Blitar memicu kontroversi. Tindakan ini pertama kali dilaporkan oleh tim hukum pasangan calon nomor urut 02, Rini Syarifah-Abdul Ghoni, yang menilai pembagian sembako tersebut sebagai upaya tersembunyi untuk mempengaruhi pemilih. Meskipun ada bukti berupa video dan gambar yang menunjukkan pembagian sembako dengan menggunakan mobil beratribut kampanye, Bawaslu Kabupaten Blitar menilai bahwa hal itu tidak memenuhi unsur pelanggaran karena kurangnya bukti yang menguatkan sebagai unsur pelanggaran.