Magetan Tumbuh, Ekonomi Tangguh : Momentum Emas 350 Tahun

Oleh : GUS IMAM AL MAGHTANY (Pengasuh Ponpes Raden Patah Magetan)

BeritaTrends, Magetan – Tiga setengah abad perjalanan Kabupaten Magetan bukan sekadar catatan administratif dalam kalender sejarah, melainkan sebuah saksi tentang pergulatan manusia dengan ruang, waktu, dan peradaban. Sejak didirikan tahun 1675 M, Magetan telah mengalami dinamika yang panjang: dari masa kerajaan Mataram, kolonial Belanda, pasca-kemerdekaan, hingga era reformasi yang menuntut transparansi, partisipasi, dan daya saing. 12 Oktober 2025, tepat pada ulang tahunnya yang ke-350, Magetan berdiri di persimpangan jalan: antara masa lalu yang penuh tradisi, masa kini yang sarat tantangan, dan masa depan yang menuntut keberanian untuk tumbuh sebagai daerah dengan ekonomi tangguh, berkeadaban, dan bermartabat.

Merenungi Magetan hari ini tidak cukup dengan nostalgia romantis pada Telaga Sarangan, Gunung Lawu, atau produksi kulit yang melegenda. Refleksi yang jujur harus berbasis data dan realitas lapangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, PDRB Magetan atas dasar harga berlaku mencapai Rp 29,7 triliun dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,13 persen, sedikit di atas rata-rata pertumbuhan Jawa Timur. Angka kemiskinan menurun menjadi 9,24 persen, namun tetap ada lebih dari 88 ribu penduduk miskin yang menuntut perhatian. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada di angka 74,98, menunjukkan posisi menengah-atas, tetapi kesenjangan antarsektor masih jelas terlihat. Angka pengangguran terbuka tercatat 3,42 persen, relatif rendah dibandingkan nasional, tetapi di baliknya tersembunyi problem setengah menganggur, migrasi tenaga kerja ke luar negeri, dan stagnasi produktivitas pertanian.

Di bidang kesehatan, kasus TBC masih menyentuh angka 700-an pasien per tahun, sementara HIV/AIDS tercatat 68 kasus aktif dengan tren meningkat. Di sisi lain, problem stunting meski menurun ke angka 17,4 persen, tetap menjadi momok yang menghambat generasi emas. Di bidang sosial, kita menyaksikan maraknya kasus kekerasan seksual, penyalahgunaan narkoba, dan prostitusi terselubung yang menuntut intervensi moral dan struktural. Di bidang pemerintahan, laporan masyarakat tentang penyalahgunaan dana desa dan lemahnya integritas sebagian aparatur menjadi noda yang harus segera dibersihkan.

Namun Magetan tidak sedang berjalan dalam kegelapan. Cahaya harapan itu nyata. Pesantren Temboro dengan lebih dari 10 ribu santri, yang dikenal hingga mancanegara, menjadi pusat spiritualitas dan ekonomi umat. Ratusan majelis taklim tersebar di seluruh desa, memperkuat basis religiusitas dan kemandirian sosial. Pendidikan tinggi hadir melalui kampus UNESA V yang kini berkembang di Magetan, membuka peluang kolaborasi riset, inovasi teknologi, dan pemberdayaan mahasiswa lokal. Potensi ekonomi kreatif tumbuh: industri kulit, batik Sidomukti, UMKM kuliner, serta agrowisata apel dan jeruk lereng Lawu yang mulai menarik wisatawan. Wisata Telaga Sarangan dengan lebih dari 1 juta kunjungan pada tahun 2024 menyumbang devisa signifikan, diiringi geliat destinasi baru seperti Magetan Park, Kebun Refugia, hingga jalur pendakian Lawu yang kian diminati generasi muda.

Baca Juga  Kemanakah Gas Melon 3kg Kok Menghilang Dari Peredaran di Magetan

Semua ini adalah tanda bahwa Magetan memiliki modal sosial, modal spiritual, dan modal ekonomi yang kaya. Persoalannya adalah bagaimana memadukan potensi ini dengan visi pembangunan yang jelas, berani, dan berkarakter. Motto “Magetan Tumbuh, Ekonomi Tangguh” harus dimaknai bukan hanya sebagai slogan seremonial, tetapi sebagai arah kebijakan nyata yang menuntun langkah seluruh elemen: pemerintah, DPRD, OPD, dunia usaha, akademisi, masyarakat sipil, dan komunitas religius.

Tumbuh berarti menolak stagnasi. Ekonomi tangguh berarti berdiri di atas kaki sendiri, resilience menghadapi guncangan global, dan menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan. Refleksi 350 tahun ini seharusnya membangkitkan kesadaran kolektif bahwa masa depan tidak bisa hanya ditopang oleh APBD, melainkan harus didorong dengan kemandirian (self-reliance), inovasi, dan entrepreneurship yang digerakkan oleh masyarakat.

Ada tiga pilar penting yang dapat menjadi fondasi transformasi Magetan ke depan. Pertama, pilar spiritualitas. Sejarah membuktikan bahwa bangsa yang besar selalu dibangun di atas landasan moralitas dan nilai. Al-Qur’an mengingatkan, “Inna Allaha la yughayyiru ma biqoumin hatta yughayyiru ma bi anfusihim” (QS. Ar-Ra’d: 11) – “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Pesan ini jelas: perubahan Magetan tidak akan datang dari luar, melainkan harus lahir dari keberanian masyarakatnya untuk mengubah pola pikir, memperkuat akhlak, dan menolak segala bentuk kemungkaran sosial. Pesantren, majelis taklim, dan tokoh agama harus menjadi garda terdepan dalam menyinari kehidupan publik dengan cahaya nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin.

Kedua, pilar knowledge dan innovation. Dunia berubah begitu cepat. Revolusi industri 4.0 dan society 5.0 menuntut daerah sekecil apa pun untuk beradaptasi. Magetan tidak boleh hanya dikenal dengan Sarangan, kulit, dan batik, tetapi juga dengan smart farming, digital tourism, green energy, dan digital governance. UNESA V harus menjadi motor penggerak inovasi daerah, berkolaborasi dengan pesantren dan UMKM untuk mencetak SDM unggul, riset berbasis lokal, dan start-up berbasis kearifan lokal. Data BPS 2024 menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Magetan masih 27,8 persen, industri pengolahan 15,2 persen, perdagangan 12,5 persen, dan jasa lainnya tumbuh pesat. Angka ini membuktikan bahwa transformasi ekonomi digital dan hilirisasi pertanian harus segera dipacu.

Baca Juga  Pasar Murah Kurang Relevan

Ketiga, pilar good governance. Tanpa pemerintahan yang bersih dan profesional, semua potensi akan terhenti di meja birokrasi. Kasus penyalahgunaan dana desa dan isu korupsi harus dijadikan momentum memperkuat integritas birokrasi. Pemerintah daerah perlu menerapkan digital-based governance, e-budgeting, e-procurement, hingga open data yang bisa diakses publik. DPRD harus menjalankan fungsi pengawasan dengan berani dan independen, tanpa kompromi pada kepentingan politik sesaat. OPD harus bekerja bukan sekadar menggugurkan program, melainkan melahirkan impact yang nyata di lapangan.

Refleksi HUT 350 harus pula mengingatkan kita bahwa pembangunan tidak hanya persoalan fisik, melainkan juga pembangunan manusia. Tantangan stunting, pengangguran muda, urbanisasi, dan degradasi moral adalah tantangan yang sesungguhnya. Magetan harus melahirkan gerakan semesta kemandirian, sebuah social movement yang melibatkan semua elemen untuk berkontribusi: pesantren mencetak santri entrepreneur, sekolah dan kampus menghasilkan inovator, UMKM melahirkan produk ekspor, masyarakat desa mengembangkan wisata berbasis komunitas, dan birokrasi melayani dengan integritas.

Ke depan, Magetan dapat mengadopsi lima agenda prioritas. Pertama, Health Resilience: penguatan layanan kesehatan berbasis puskesmas modern, edukasi TBC dan HIV/AIDS melalui pesantren dan sekolah, serta penurunan stunting menuju target 10 persen tahun 2028. Kedua, Economic Transformation: hilirisasi produk kulit dan batik dengan digital marketing, pengembangan kawasan industri kecil menengah, serta revitalisasi pasar tradisional berbasis smart market. Ketiga, Green and Smart Agriculture: penguatan petani muda, digitalisasi rantai pasok hortikultura, serta integrasi pariwisata dengan pertanian organik. Keempat, Religious and Social Empowerment: pemberdayaan pesantren sebagai pusat ekonomi umat, penanganan prostitusi melalui program rehabilitasi sosial-religius, serta penguatan majelis taklim sebagai ruang literasi moral. Kelima, Governance Reformation: penerapan digital-based service, transparansi anggaran, serta partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

Baca Juga  Taman Bunga Refugia dan Masjid Ki Mageti Waktunya Dievaluasi

Magetan harus berani berkata: kita bukan daerah pinggiran, kita bukan sekadar “kota di kaki Lawu,” tetapi pusat peradaban kecil yang mampu menyumbang pada bangsa. Kita harus berani bermimpi besar: bahwa produk kulit Magetan bisa menembus pasar Eropa, bahwa Telaga Sarangan bisa menjadi destinasi kelas dunia, bahwa santri Temboro bisa menjadi diplomat spiritual Indonesia di mancanegara, bahwa pemuda Magetan bisa membangun start-up yang memecahkan masalah pangan dan energi. Semua ini bukan ilusi jika ada keberanian, dedikasi, dan loyalitas bersama.

Hari ini, dalam refleksi 350 tahun Magetan, mari kita satukan tekad. Bupati dan wakil bupati, DPRD 45 anggota, OPD, para kiai, pengusaha, akademisi, dan seluruh masyarakat harus berdiri dalam satu barisan. Magetan tidak boleh terjebak dalam birokrasi lamban, konflik politik, atau kompromi pragmatis. Magetan harus bangkit dengan semangat spiritual, intelektual, dan inovatif.

Sebagaimana doa Nabi Ibrahim dalam Al-Qur’an, “Rabbi habli hukman wa alhiqni bish-shalihin, waj‘al li lisana shidqin fil-akhirin, waj‘alni min waratsati jannatin na‘im” (QS. Asy-Syu’ara: 83-85) – “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga penuh kenikmatan.” Doa ini adalah spirit kita: agar Magetan bukan hanya dikenang dengan sejarah panjangnya, tetapi juga dengan amal baiknya bagi generasi mendatang.

Selamat HUT ke-350 Kabupaten Magetan. Tumbuhlah dengan semangat kebersamaan. Jadilah ekonomi tangguh yang tahan guncangan. Tegakkan keadilan, sejahterakan rakyat, harumkan nama daerah. Sebab Magetan bukan sekadar tanah kelahiran, tetapi tanah peradaban yang sedang kita titipkan untuk anak cucu.

Magetan Tumbuh, Ekonomi Tangguh. Bersama kita wujudkan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *