Batu Nisan Diri Sendiri
Banten – Menulis — dalam bentuk apapun — merupakan sublimasi dari jati diri sang penulis yang bersangkutan, meski tinggal besar atau kecil kadar kandungan yang ada di dalamnya. Selain untuk menjaga akal sehat, kegiatan tulis menulis itu bisa menjadi ladang usaha, seperti jasa penulisan biografi atau semacam rekonstruksi sejarah dari silsilah keluarga, kampung, asal muasal suatu komunitas yang perlu diabadikan dalam bentuk catatan yang kelak bisa menjadi bagian dari sejarah yang dapat dijadikan rujukan oleh banyak orang yang memerlukannya.
Catatan yang bisa menjadi bagian dari sejarah itu bisa saja meliputi berbagai hal. Mulai dari sebuah kampung di Pulau Rempang dan Galang umpamanya, bisa dipahami bahwa penduduk setempat awal mulanya dari perkawinan antara suku bangsa Bugis dengan warga masyarakat Melayu yang ada di sekitarnya.
Demikian juga dengan seni dan budaya, mulai dari warna tari-tarian yang khas, hingga bentuk panggung pementasan drama, atau tatanan adat perkawinan yang dikombinasikan antara tradisi suku bangsa Bugis dengan tradisi suku bangsa Melayu.
Dari penelusuran tradisi seni dan budaya hingga adat perkawinan antara suku bangsa yang ada di Nusantara ini, sangat mungkin bisa diketahui lebih banyak ikhwal kekayaan model seni dan budaya suku bangsa Nusantara yang cukup dominan berbasis pada keraton. Lalu tradisi dan budaya tulis menulis pun dapat dipahami keselarasannya berkembang dengan budaya berpantun. Atau semacam tercatatnya petuah-petuah yang bijak bestari. Atau sejenis nasehat yang bijak dan santun — yang dikemas dengan pantun yang santun hingga terkesan juga sebagai penghibur, karena jenaka dan menggembirakan hati juga.
Nilai-nilai kearifan lokal serupa itu — seperti tentang burung Tempuak tak mungkin bersarang rendah. Atau dalam ungkapan untuk seseorang yang tak pandai mengukur baju di badan, hingga slogan yang menandai suatu sikap merdeka tentang raja alim raja di sembah, raja lalim raja disanggah. Ungkapan ini sesungguhnya mengekspresikan sikap budaya perlawanan dari warga masyarakat terhadap penguasa yang tidak boleh bertindak dan berlaku semena-mena terhadap punggawa atau rakyatnya.
Jadi budaya tulis menulis pun dapat diposisikan dalam upaya membuat pertahanan budaya terbaik dari masyarakat, agar tingkat kepunahannya bisa dicegah — kalau pun tidak bisa sama sekali dihentikan — akibat arus zaman dan hentakan global yang mengguncang segenap sendi kehidupan kita.
Artinya, melalui aktivitas tulis menulis, baik yang bersifat informasi, komunikadi bahkan publikasi, pada era milineal sejarang ini telah menjadi kekuatan tersendiri yang tidak bisa lagi diabaikan. Karena pengaruh media sosial yang telah menumbangkan media mainstream sungguh dahsyat dan mampu membuat banyak orang tercengang takjub mampu membuat perubahan dalam waktu sekejap.
Dan semua yang kita lakukan lewat media sosial yang berbasis internet, akan permanen meninggalkan jejak digital, sehingga kelak dapat menjadi semacam bati nisan dimana setiap orang bisa berziarah kapan pun waktunya yang dikehendaki.
Karena itu, indah dan kekayaan nilai sejarah dari jejak digital yang kita tuliskan di atas batu nisan digital ini, akan memberi arti sesuai dengan kandungan nilai mutiara yang kita tatakan di batu nisan diri kita ini.