Sasetya Wilutama pose bersama Wakil Ketua Stikosa AWS, Yunita Indinabila, S.Kom, M.Med.Kom
Beritatrends,Surabaya – Buku kumpulan esai “Wong Katrok Merambah Media” karya Sasetya Wilutama, diluncurkan di Ruang Multi Media Kampus Stikosa-AWS Surabaya, bersamaan dengan Buku Antologi Puisi “Tuhan, Plis Deh…” karya jurnalis senior, Imung Mulyanto, Jumat (3/10).
Launching ditandai dengan penyerahan buku kepada Wakil Ketua Stikosa-AWS, Yunita Indinabila, S.Kom, M. MedKom. Dilanjutkan diskusi oleh tiga narasumber, Sasetya Wilutama, Imung Mulyanto dan Doddy Hernanto alias Mr D, seniman digital yang sangat inovatif. Ia menciptakan aliran baru dalam dunia seni lukis, yang ia sebut aliran Codeisme.
Uniknya, buku “Wong Katrok” juga menjadi tugas akhir skripsi berbasis karya bagi Sasetya Wilutama sebagai syarat memperoleh gelar sarjana dari Stikosa-AWS. Maka pada sesi pertama diisi presentasi dan tanya jawab antara tim dosen penguji dan penulis, disaksikan audiens yang kebanyakan para jurnalis, sastrawan, dosen, dan mahasiswa.
“Saya salut dengan Pak Sasetya. Meski usianya sudah tidak muda lagi, tetapi tetap bersemangat untuk belajar dan mengejar ilmu secara formal. Padahal pengalaman dan karya-karyanya sudah banyak,” kata Yunita dalam sambutan pembukaan.
Buku perdana Sasetya secara garis besar berisi tulisan perjalanan profesionalnya sebagai wartawan/redaktur majalah bahasa Jawa Penyebar Semangat, broadcaster di SCTV, Arek TV, Bojonegoro TV, Jetset Channel TV Streaming dan ikut membidani kelahiran Matrix TV Digital. Dia berbagi pengalaman saat merambah media cetak, elektronika, hingga digital.
“Semula buku ini saya beri judul ‘Wong Katrok Masuk Tipi’ berdasarkan pengalaman bekerja di SCTV puluhan tahun. Namun mengingat begitu cepat tren pergeseran dunia media massa, maka isinya saya bagi menjadi tiga periode, yaitu periode cetak, elektronik, dan periode digital. Lantas judulnya saya ganti menjadi ‘Wong Katrok Merambah Media’,” ujarnya.
Sasetya menuturkan, menerbitkan buku sebenarnya menjadi obsesinya sejak lama. Tetapi ada saja kendalanya. Sementara itu, Imung Mulyanto, yang menyanggupi menjadi editor, terus mengejar-ngejar. “Sampeyan ini sudah saatnya menerbitkan buku. Sampeyan sudah menulis begitu banyak berita, naskah serial sinetron, esai, cerpen, puisi, geguritan, masak belum ada satu pun buku yang terbitkan. Ayolah!” kata jurnalis senior sahabatnya itu.
“Buku itu ibarat mahkota bagi penulis, Mas Sas,” imbuh Adriono, mantan wartawan Surabaya Post yang sangat produktif menerbitkan buku. Demikian juga seniornya di Stikosa AWS, Amang Mawardi, yang sudah menulis 17 buku.
Yang menarik, selain versi buku cetak, Sasetya juga memproduksi kaos, bookmark (pembatas buku) dan karya lagu “Wong Katrok”. Jika gambar desain kaos dan bookmark itu dipindai/ scan menggunakan ponsel akan muncul e_book berisi seluruh isi buku tersebut. Ia mengaku desain QR Art itu karya sahabatnya, Doddy Hernanto alias Mr D. Sedangkan lagu diciptakan oleh Ir Hendra Budi Rachman, sahabatnya semasa bekerja di SCTV yang juga mantan Direktur Pengembangan Usaha LPP TVRI.
Mengusik Hati Nurani Dalam diskusi sesi kedua, Imung Mulyanto mengatakan, buku Antologi Puisi “Tuhan…Plis Deh” merupakan buku kumpulan puisi solo perdananya. Tetapi sebelumnya puisi-puisinya sudah ikut mengisi sepuluh buku antologi puisi yang diterbitkan bersama teman-temannya baik di Komunitas Warumas (Wartawan Usia Emas), Sanggar Patriana Surabaya, dan para mantan wartawan Surabaya Post.
Antologi puisi Imung Mulyanto berisi 50 judul puisi dan dibagi dalam 4 bagian, yakni Puisi Cinta Semesta, Puisi Cinta Pertiwi, Puisi Cinta Sesama, dan Puisi Cinta Tuhan. Uniknya, proses kreatifnya dilakukan sebagaimana kegiatan jurnalistik. Artinya, ada riset, observasi, dan wawancara.
“Saat menulis puisi, saya benar-benar menemukan kemerdekaan berekspresi. Mengapa? Karena motif saya menulis puisi benar-benar karena ada yang mengusik hati nurani. Ada amanah rasa. Tidak ada titipan pesan macam-macam, tidak dikejar-kejar deadline. Ada cukup waktu untuk sublimasi. Bagi saya, puisi menunjukkan personal identity. Inilah saya. Perasaan saya. Ekspresi saya. Inilah catatan kegelisahan saya,” katanya.
Jam terbang Imung Mulyanto dalam bidang kepenulisan dan jurnalistik sangat panjang. Hampir 15 tahun menjadi wartawan Harian Sore Surabaya Post, sekitar 5 tahun mengawal Jatim Newsroom milik Dinas Kominfo Jatim, dan 12 tahun sebagai Pemimpin Redaksi di Arek TV Surabaya.
Sebelum menjadi jurnalis, profesi awalnya memang seorang penulis skenario tv/film. Dia menjadi penulis untuk program-program tv/film pendidikan di Balai Produksi Media Televisi (BPM TV) Pustekkom Dikbud. Lalu sekitar 8 tahun bersama almarhum Arswendo Atmowiloto menjadi tim penulis skenario Film Seri ACI (Aku Cinta Indonesia), seri terpanjang dalam sejarah pertelevisian Indonesia era 80-an.