Ormas Ratu Adil Kritik Keras Kepemimpinan Wali Kota Mas Ibin: “Jangan Jadi Komedian Politik”
BeritaTrends, Blitar – Kawasan Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan (PIPP) Kota Blitar kembali menjadi sorotan publik. Aset pemerintah yang dulu digadang-gadang sebagai pusat wisata malam dan promosi ekonomi kreatif itu kini tampak redup, seolah kehilangan nyawa. Kondisi tersebut memantik kritik keras dari berbagai pihak, salah satunya datang dari Ketua Ormas Ratu Adil, M. Trijanto, yang menilai Pemerintah Kota Blitar gagal mengelola aset strategis tersebut.
Menurut Trijanto, kawasan PIPP seharusnya bisa menjadi wajah ekonomi dan wisata Kota Blitar, bukan justru menjadi simbol kelalaian pemerintah daerah. Ia menuding Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin yang biasa dipanggil Mas Ibin, lebih sibuk menjalankan kebijakan populis ketimbang fokus memperbaiki sektor-sektor mendasar yang bersentuhan langsung dengan kesejahteraan masyarakat.
“Kalau Wali Kota Blitar cerdas dan tidak sibuk dengan agenda populis karbitan, hal seperti ini tidak akan terjadi. Sayang, aset Pemkot Blitar yang bisa mendongkrak PAD dari wisata sejarah malah dibiarkan menjadi monumen bisu. Salah pilih pemimpin, akhirnya menyesal tujuh turunan warga Kota Blitar,” tegas Trijanto saat ditemui Memo.co.id, Senin (20/10/2025).
Ia menilai, banyak program yang dijalankan Pemkot Blitar terkesan hanya “kemasan instan” dirancang untuk menuai pujian publik sesaat tanpa perencanaan matang dan evaluasi berkelanjutan.
Kritik keras itu tak hanya soal aset PIPP. Menurut Trijanto, keluhan publik terhadap gaya kepemimpinan Mas Ibin sudah lama mengemuka. Sejumlah kebijakan, seperti rotasi pejabat dan dinamika internal Pemkot, dianggap memperlihatkan arogansi birokrasi dan absennya komunikasi politik yang sehat.
“Dalam kondisi publik menuntut akuntabilitas, Wali Kota malah sibuk dengan drama politik. Rakyat butuh pemimpin yang bekerja, bukan yang bermain peran di panggung kekuasaan,” ucapnya.
Trijanto juga menyinggung hubungan yang belakangan dikabarkan renggang antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Elim Tyu Samba. Pernyataan Syauqul yang menyebut wakilnya sebagai “pembantu” dinilai sebagai bentuk arogansi politik dan semakin memperlebar jarak antara keduanya.
“Rakyat Blitar tidak butuh tontonan absurd. Mereka butuh air bersih, jalan mulus, dan tempat usaha yang hidup seperti PIPP. Kalau kritik dijawab dengan reaksi pencitraan, itu bukan solusi, itu panggung komedi,” sindirnya.
Lebih lanjut, M. Trijanto menegaskan bahwa pembangunan daerah tidak bisa hanya bertumpu pada kepopuleran sesaat. Ia meminta Pemkot Blitar segera melakukan pembenahan serius terhadap aset-aset potensial yang kini mangkrak, termasuk PIPP.
“Kalau terus dibiarkan, ini bukan sekadar area mati tapi bukti bahwa kepentingan rakyat telah dikalahkan oleh ambisi pribadi. Sudah saatnya Wali Kota berhenti bersandiwara dan kembali ke substansi: membangun Blitar dengan nurani,” pungkasnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin memilih menanggapi santai. Saat ditemui Media usai menghadiri acara takziah, Mas Ibin menilai kritik yang muncul merupakan bagian dari dinamika biasa dalam pemerintahan.
“Satu-satu, Bos, yang diselesaikan. Yang penting tidak banyak bicara. Nanti kalau waktunya tiba-tiba areal PIPP terang. Hal seperti ini yang tadinya saya nggak tahu, jadi tahu,” ujarnya sambil tersenyum.
Mas Ibin juga menambahkan bahwa permasalahan di kawasan PIPP sudah masuk dalam radar perencanaan Pemkot, dan langkah pembenahan akan dilakukan secara bertahap.
“Kita lihat nanti hasilnya. Prinsipnya, semua akan dibenahi. Tidak ada yang dibiarkan mangkrak,” imbuhnya singkat.
Kawasan PIPP Blitar awalnya dirancang sebagai pusat wisata terpadu, kuliner, dan promosi produk UMKM. Lokasinya yang berada di jantung kota, berdekatan dengan area parkir bus pariwisata dan jalur menuju Makam Bung Karno, menjadikannya strategis untuk menunjang sektor ekonomi lokal. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas di kawasan tersebut menurun drastis. Lampu penerangan padam, kios banyak tutup, dan area publik terlihat gelap gulita setiap malam, sampah berserakan.
Kini, publik menanti langkah nyata Pemerintah Kota Blitar : apakah kawasan yang dulu menjadi ikon pariwisata itu akan dihidupkan kembali, atau terus menjadi “monumen bisu” di tengah hiruk-pikuk pencitraan politik.