Saat melihat lokasi yang Sengketa, pihak kelurahan, pihak polsek Kota Magetan, Pihak BPN pemilik Tanah yang merasa tanahnya diserobot kelurahan Kepolorejo
Beritatrends, Magetan – Sengketa batas wilayah tanah kembali mencuat di Kelurahan Kepolorejo, memicu konflik antara warga dan pemerintah Kelurahan. Upaya mediasi yang dilakukan oleh Lurah Kepolorejo, Aditya Surendra Mawardi, SE, MM, diharapkan dapat menemukan solusi terbaik bagi semua pihak. Namun, di balik upaya tersebut, terselip kekecewaan dari pemilik tanah yang merasa dirugikan, Kamis (13/11/2025)
Mediasi beberapa bulan yang lalu sebagai Langkah Awal Lurah Kepolorejo, Aditya Surendra Mawardi, menjelaskan bahwa mediasi dilakukan sebagai langkah awal setelah menerima laporan dari pemilik tanah yang merasa lahannya diserobot oleh Kelurahan. Mediasi melibatkan berbagai pihak, termasuk perwakilan dari Rabani, Eko Pujianto, Gapoktan, petani, RT, dan RW.
“Karena saya juga lurah baru, sejarahnya enggak tahu, kita mengadakan mediasi,” ujar Aditya.
Dalam mediasi tersebut, disepakati untuk melakukan pengukuran ulang dengan melibatkan BPN-ATR (Badan Pertanahan Nasional – Agraria dan Tata Ruang) agar batas tanah lebih jelas. Namun, pada hari yang telah disepakati, Eko Pujianto, pemilik tanah yang bersengketa, tidak hadir.
Kalau dilihat dari versi Sertifikat dan pengukuran ulang, Aditya juga menjelaskan adanya perbedaan informasi terkait nilai sertifikat tanah. Menurutnya, terdapat dua versi luas sertifikat, yaitu awalnya Pak Eko menunjukan luas 1.300 an M2 dan luas 1.200 an. Setelah dikonfirmasi ke bagian aset, diketahui bahwa luas yang benar untuk tanah yang berbatasan dengan Rabani adalah seluasĀ 1.200 an M2
“Pihak Kelurahan menyatakan kesiapannya untuk melakukan pengukuran ulang dengan mengundang RT, Gapoktan, dan Forkopimca sebagai saksi. Hasil pengukuran tersebut akan dilaporkan kepada atasan sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut,”ucap Aditya.
Kekecewaan pemilik tanah, Eko Pujianto mengatakan, seluas tanah 1215 M2 sesuai nomer setifikat No. 708 tahun 1991 yang terletak di Kelurahan Kepolorejo, merasa kecewa dengan tindakan Pemerintah Kelurahan.
Ia mengungkapkan bahwa sebagian tanahnya digunakan untuk fasilitas jalan menuju TPS (Tempat Pembuangan Sampah) tanpa persetujuan darinya.
“Saya sebagai warga masyarakat pemilik tanah yang diserobot oleh Pemerintah Kelurahan menuntut Lurah Kepolorejo mengganti kerugian tanah saya yang dibuat jalan atau tanah kami dikembalikan sesuai luas tanah yang tertera di sertifikat,” tegas Eko.

Dilihat dari google tanahku
Eko juga menyoroti adanya dugaan pengambilan tanah oleh masjid milik yayasan Rabani di dekat lokasi tersebut.
“Ia meminta agar Kepala Kelurahan Kepolorejo diproses secara hukum karena dianggap telah menggunakan kekuasaannya untuk merugikan masyarakat,”ucap Eko
Kalau diambil kesimpulan dengan harapan harus ada Solusi yang Adil
Jadi sengketa batas tanah ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat Kepolorejo. Diharapkan, mediasi yang dilakukan dapat menghasilkan solusi yang adil dan menguntungkan semua pihak. Pemerintah kelurahan diharapkan lebih transparan dan memperhatikan hak-hak pemilik tanah dalam setiap pembangunan fasilitas publik.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak tentang pentingnya komunikasi dan koordinasi yang baik dalam setiap pembangunan. Selain itu, penegakan hukum yang adil juga diperlukan untuk melindungi hak-hak masyarakat dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.





