Paket MBG yang dibagikan, siswa menerima 4 butir telur mentah, 2 kotak susu kemasan, 1 buah mangga, 1 keju, 1 roti tawar, 1 roti rasa pandan, 1 buah pisang, serta 2 buah salak
Beritatrends,Blitar –Polemik penyaluran Menu Bina Gizi (MBG) di SMPN 4 Kota Blitar kembali mencuat dan memicu kegaduhan publik. Pasalnya, menu MBG untuk tanggal 8, 9, dan 10 Desember 2025 diduga dirapel menjadi satu kali distribusi, dan parahnya lagi, dibagikan dalam bentuk bahan mentah, bukan makanan siap konsumsi sebagaimana mestinya.
Dalam paket MBG yang dibagikan, siswa menerima 4 butir telur mentah, 2 kotak susu kemasan, 1 buah mangga, 1 keju, 1 roti tawar, 1 roti rasa pandan, 1 buah pisang, serta 2 buah salak. Kondisi ini sontak mengundang tanda tanya besar dari masyarakat: apakah program peningkatan gizi ini berubah menjadi sekadar pembagian bahan mentah tanpa pengawasan?
Isu ini pertama kali mencuat lewat media sosial, lalu menguat setelah beredarnya pengumuman resmi di berbagai grup WhatsApp yang diduga berasal dari pihak sekolah. Pengumuman itu berbunyi:
“Assalamualaikum bapak ibu wali kelas 7, 8 dan 9, mohon bantuan untuk menyampaikan di grup kelas bahwa 3 hari ke depan, mulai Senin, Selasa dan Rabu, MBG akan diberikan dalam bentuk menu keringan dan dirapel di hari Senin. Untuk itu, bagi anak-anak yang ingin membawa bekal sendiri dipersilakan. Matur nuwun.”
Pengumuman tersebut semakin mempertegas bahwa perapelan memang dilakukan, meski belum jelas apakah langkah itu sejalan dengan petunjuk teknis pelaksanaan program MBG.
Tindakan perapelan ini sontak memicu reaksi keras dari para orang tua murid. Mereka menilai kebijakan tersebut tidak hanya mengabaikan tujuan program gizi, tetapi juga berpotensi membahayakan siswa, terutama karena bahan mentah seperti telur tidak bisa langsung dikonsumsi.
Seorang wali murid yang enggan disebut namanya mengungkapkan kekesalannya dengan nada tajam.
“Kalau memang program ini untuk gizi anak, harusnya disiapkan makanan yang layak setiap hari, bukan dilempar bahan mentah begini. Ini bukan program gizi, tapi seperti asal buang bahan supaya laporan aman. Anak-anak bukan dapur berjalan yang disuruh masak sendiri,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan transparansi dan tanggung jawab pihak sekolah maupun pihak penyedia program.
“Kami ini orang tua, bukan penonton. Program pemerintah yang harusnya membantu anak-anak malah jadi bahan lawakan. Kalau dirapel begini, lalu hitungan gizinya bagaimana? Apakah ini dibenarkan dalam aturan?” tambahnya.
Gelombang protes tidak hanya datang dari wali murid, tetapi juga dari berbagai elemen masyarakat yang menilai perapelan MBG berpotensi menyalahi prosedur. Mereka mendesak Dinas Pendidikan dan instansi terkait untuk segera turun tangan, memeriksa mekanisme distribusi, dan memastikan tidak ada penyimpangan dalam pelaksanaan program.
“Harus diusut tuntas SPPG-nya, bagaimana pertanggungjawaban anggarannya? Kami minta pemerintah untuk mencabut izinnya,” pungkasnya.
Program MBG selama ini dirancang untuk memberikan asupan gizi harian bagi peserta didik. Karena itu, distribusi yang dirapel, apalagi dalam bentuk bahan mentah, dinilai bertentangan dengan semangat program dan berpotensi mengurangi kualitas pemenuhan gizi siswa.
Hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah dan dinas terkait belum memberikan keterangan resmi. Masyarakat menunggu jawaban yang jelas—bukan hanya klarifikasi, tetapi juga tindakan tegas agar kejadian serupa tidak terulang dan hak siswa untuk mendapatkan gizi harian tidak diabaikan.





