Waka IV Baznas Rohil Ngakunya Ketua KPK Tipikor Rohil
Beritatrends Rohil – Sungguh mengejutkan seorang pengurus Baznas Rokan Hilir dengan jabatan Waka IV diduga bertindak di luar batas kewenangannya. Bukan hanya menghubungi wartawan untuk mempertanyakan berita hasil investigasi, tapi dia ngaku sebagai Ketua KPK Tipikor Rohil. Sikap ini jelas mencederai independensi pers dan patut dipertanyakan integritasnya, Rabu (20 Agustus 2025).
Kasus bermula ketika wartawan Ibrahim, menurunkan laporan investigasi berjudul “Bantuan Baznas Sapi Binaan 300 Ekor Tidak Tepat Sasaran” pada 8 Agustus 2025. Laporan tersebut dibuat berdasarkan data lapangan dan konfirmasi langsung kepada pihak terkait.
Namun, alih-alih memberikan klarifikasi resmi melalui mekanisme hak jawab sebagaimana diatur dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, justru pengurus Baznas yang bersangkutan malah menghubungi wartawan lewat WhatsApp dan mempertanyakan sumber berita. Lebih jauh, dalam percakapan itu ia bahkan mengaku sebagai Ketua KPK Tipikor Rohil—sebuah klaim janggal yang sama sekali tidak relevan dengan posisinya di Baznas.
Pertanyaan pun muncul :
Apakah pantas seorang pejabat Baznas merangkap jabatan sekaligus mengaku-ngaku sebagai “Ketua KPK Tipikor Rohil”? Bukankah aturan internal dan Peraturan Bupati Rokan Hilir Nomor 24 Tahun 2023 jelas menegaskan bahwa pengurus Baznas harus independen, profesional, transparan, dan bebas dari kepentingan lain?
Lebih parah lagi, dalam percakapan WhatsApp tersebut, nada bicara sang pengurus justru terkesan mengintervensi, bahkan mengintimidasi wartawan. Dengan dalih “data yang salah bisa dituntut pencemaran nama baik”, ia mencoba menggiring wartawan agar berhenti menulis soal dugaan penyimpangan bantuan sapi. Sikap seperti ini jelas merupakan bentuk pembungkaman pers secara halus.
Padahal, UU Pers No. 40 Tahun 1999 sudah sangat tegas :
Pasal 4 ayat (1): Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Pasal 4 ayat (2): Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Pasal 5 ayat (2): Pers wajib melayani hak jawab.
Pasal 18 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers, dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000.
Artinya, segala bentuk intervensi, intimidasi, maupun upaya menekan wartawan bukan hanya melanggar etika, tapi juga bisa dijerat pidana.
Ironisnya, pengurus Baznas ikemudian berdalih “ingin berkolaborasi menegakkan keadilan” sambil membawa-bawa nama KPK Tipikor Rohil dan intel kejaksaan. Ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah benar ada lembaga bernama KPK Tipikor Rohil? Atau hanya klaim sepihak untuk menakut-nakuti wartawan?
Perilaku semacam ini bukan hanya memalukan, tetapi juga berbahaya. Jika dibiarkan, maka kebebasan pers di Rokan Hilir akan terancam. Wartawan yang bekerja sesuai kode etik, dibekali surat tugas resmi, dan berpegang pada UU Pers bisa dengan mudah diintervensi oleh oknum-oknum yang merasa terganggu oleh pemberitaan.
Kami menegaskan, jurnalis bukan musuh rakyat. Tugas kami menggali fakta, menyajikan kebenaran, dan mengawasi jalannya roda pemerintahan serta lembaga publik. Justru tindakan intervensi dan intimidasi inilah yang mengarah pada pelecehan terhadap kemerdekaan pers dan melanggar hukum.
Kasus ini harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum dan pimpinan Baznas Rohil. Publik berhak tahu :
- 1. Apakah benar ada rangkap jabatan yang dilakukan oknum pengurus Baznas ini?
- 2. Apakah sah seorang pejabat Baznas mengaku sebagai Ketua KPK Tipikor Rohil?
- 3. Mengapa upaya intervensi terhadap wartawan dibiarkan terjadi?
Kemerdekaan pers adalah harga mati. Tidak ada ruang bagi siapa pun untuk mengintimidasi wartawan. Bila ada pihak yang merasa dirugikan, gunakan hak jawab, bukan ancaman!