ilustrasi Sejarah Etis Politik
Beritatrends- Etis politik itu bisa melahirkan politik etis. Karena etis politik yang baik dan benar itu akan senantiasa mengedepankan pertimbangan rasa malu manusia yang hanya dimiliki oleh oleh makhluk Tuhan yang paling mulia dan sempurna. Sedangkan politik etis, adalah implementasi dari etis politik yang akan senantiasa menjunjung tinggi peradaban manusia. Mulai dari unggah-ungguh, sopan santun dan tata Krama bertutur kata dan menyapa orang lain dengan tetap memposisikan penghormatan yang patut diberikan kepada orang lain.
Politik etis adalah politik yang mengusung pesan politik yang dibungkus eengan nilai-nilai etika yang hendak diwujudkan sebagai pesan politik kepada pihak lain. Sedangkan etis politik adalah cara berpolitik yang elegan dengan beretika, bertata krama bahkan mungkin dengan penuh kesopanan tanpa harus mengabaikan harga diri sendiri. Sehingga sikap unggah-ungguh, seperti telah menjadi tradisi dalam berpantun untuk masyarakat Melayu ketika hendak menyampaikan suatu maksud yang tidak pantas untuk diucapkan secara pulgar.
Maka itu etis ndasmu yang tengah menjadi topik pembicaraan menjelang Pilpres 2024 bisa menambah wawasan dan pengetahuan, meski nilainya negatif, namun patut diketahui khalayak umum agar dijadikan bahan penakar tentang kepemilikan dari kekayaan bahasa yang elo atau tidak elok dari seseorang yang telah mengucapkannya.
Atas dasar itulah petuah bangsa Melayu perlu mengingatkan bahwa “mulutmu adalah harimaumu”. Artinya, hakikat harimau bagi seseorang itu tinggal bagaimana cara memeliharanya dengan baik, agar harimau itu dapat penjaga diri kita yang setia. Atau sebaliknya, jika salah memelihara harimau itu, maka dia akan menciptakan musuh bagi diri kita sendiri.
Jadi, kesan dari kosa kata etis ndasmu itu sendiri sungguh mengejutkan ketika diucapkan dengan serius di muka umum. Apalagi sebelumnya tidak ada di dalam kamus besar bahasa Indonesia. Sehingga memang menarik dan unik untuk dicermati dan dipelajari lebih jauh. Apa efeknya bagi semua orang yang ikut mendengarkan ucapan dari apa yang dimaksud “etis ndasmu” itu.
Setidaknya dalam suasana seperti apa bahasa yang terkesan sarkastik itu bisa diekpresikan dihadapan orang banyak yang akan memperoleh kesan yang sangat beragam kesan maupun penilaiannya.
Bagi seorang ahli bahasa tentu saja tekstual dan kontekstual — dimana dan kapan bahasa ucap itu disampaikan — akan menjari kajian yang cukup menarik. Kecuali bahasa ucap yang baru itu sendiri tiba-tiba muncul dari forum debat Calon Presiden yang pasti ditonton oleh orang banyak. Sebab dalam suasana kontestasi Pemilihan Presiden yang semakin terasa menghangat — jika tak bisa disebut memanas — kesan ingin menang dengan cara memaksakan kehendak sendiri itu, pasti akan menjadi penilaian tersendiri bagi rakyat, utamanya menjelang Pemilu 2024 untuk kemudian menentukan sikap dan pilihan, siapa sesungguhnya yang pantas untuk dipilih menjadi pemimpin bangsa di masa depan agar bisa lebih baik, lebih sopan dan beradab dengan kesejahteraan yang berkeadilan. Sehingga pertanyaan terhadap adanya kemungkinan dari kepanikan politik pun menjadi bagian dari kajian yang tak kalah menarik untuk dikaji dan diperbincangkan dalam telaah bahasa politik yang negatif atau pun positif bagi rakyat. Sebab pesta demokrasi sejatinya adalah pesta dari kebebasan dan kedaulatan rakyat untuk menentukan pilihannya tiada boleh diintervensi maupun diintimidasi oleh pihak manapun.
Dari acara debat Capres hingga serangkaian kampanye dari berbagai kontestan serta segenap pendukungnya akan ikut mencerminkan sosok pilihan yang terbaik yang harus dilakukan oleh rakyat. Sebab yang akan menikmati atau didera oleh apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin dengan segenap program dan kebijakan yang akan diimplementasikan dalam beragam bentuk pembangunan. Dan pembangunan bagi rakyat Indonesia tidak cuma sebatas fisikal semata, tetapi juga meliputi bentuk pembangunan spiritual yang tidak kasat mata. Minimal bukan sekedar mengatasi rakyat miskin, tetapi juga mencerdaskan kehidupan bangsa.
Itulah sebabnya dari Pemilu — untuk memilih pemimpin rakyat Indonesia di masa depan untuk pusat maupun daerah — harus dapat menjadi cermin dari budaya jujur, adil dan lebih beradab. Karena pemimpin rakyat itu harus melaksanakan amanah dan cita-cita bersama rakyat. Dan semua harus disertai oleh etis politik, etis ekonomi dan etis berbudaya yang lebih beradab.