Beritatrends, Medan – Kapolda Sumut Irjen Panca Putra bersama Komnas Ham mengungkap hasil penyelidikan pihaknya yang menemukan kejanggalan dalam praktek rehabilitasi di rumah Bupati langkat Terbit Rencana Parangin angin, sabtu (29/1).
Panca mengungkapka bahwa Tim Polda Sumut telah menemukan kejanggalan terkait meninggalnya beberpa penghuni tempat tersebut dan kuburan dugaan korban praktik kekerasan di penjara rumah Terbit Rencana Peranginangin.
Hasilnya, ditemukan adanya praktik kekerasan kepada orang yang masuk ke dalam kerangkeng.
“Kami sudah temukan orang yang mendapat kekerasan termasuk pemakaman korban meninggal. Kami terus dalami termasuk siapa yang bertanggungjawab atas peristiwa ini,” kata Kapolda Sumut.
Mantan Kapolda Sulut itu juga mengatakan bahwa Fakta lain yang berhasil diungkap Polda Sumatera Utara dari kerangkeng tersebut adalah penghuni kerangkeng bukan hanya pecandu narkoba melainkan ada orang yang dianggap nakal dan dijebloskan ke penjara tersebut.
“Ada jeda dari penyelidikan kita bahwa bukan saja pengguna narkoba tapi juga orang nakal. Ada satu saya sebut saja, itu kepala lapasnya, istilah mereka di sana, dia masuk bukan karena narkoba tapi karena nakal,” kata Kapolda Panca.
Sementara itu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap sejumlah fakta temuan dari penjara (kerangkeng) pihaknya menemukan beberapa fakta beroperasinya kerangkeng tersebut seperti Kerangkeng sebagai tempat rehabilitasi tak berizin, dan para penghuninya dititipkan keluarganya.
Lanjut cak Anam, sapaan akrabnya, ada beberapa hal yang membuat masyarakat menitipkan anak atau kerabatnya ke tempat rehabilitasi di rumah mantan Bupati Langkat tersebut, salah satunya terkait mahalnya biaya untuk rehabilitasi korban ketergantungan narkoba.
“Bahwa tempat rehabilitasi tersebut tidak memiliki izin. Jadi, ada satu proses pada 2016 di cek oleh BNK sana, tidak ada izin dan disuruh mengurus izin tapi sampai sekarang tidak ada izinnya,” kata Choirul Anam
Komnas HAM juga menemukan fakta lain bahwa dalam proses rehabilitasi, dilakukan dengan praktik kekerasan hingga menghilangkan nyawa yang diduga telah berlangsung sejak 2010.
“Kita temukan satu proses rehabilitasi yang caranya penuh dengan catatan kekerasan yakni dari mulai kekerasan fisik sampai hilangnya nyawa, datanya sangat solid,” ungkapnya.