Kepala DPPKB-PPPA Magetan, Furiana Kartini
Beritatrends, Magetan – Kasus kekerasan di Kabupaten Magetan meski secara angka turun, namun dalam 3 tahun terakhir masih tergolong cukup tinggi.
Berdasarkan data dari Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKB-PPPA) Magetan, pada 2021 lalu tercatat ada 78 kasus terjadi di Magetan. Sementara tahun 2022 terdapat 58 kasus.
Kepala DPPKB-PPPA Magetan, Furiana Kartini mengatakan, sepanjang tahun 2023 hingga periode awal bulan Oktober, sudah ada 20 kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak.
“Kasus kekerasan di Magetan banyak juga hingga bulan ini sampai sekitar 20 kasus, campur ada anak dan perempuan, tapi jumlah anak kecil,” ungkapnya, Selasa (04/09).
Berbagai kasus dialami oleh perempuan dan anak di Magetan. Mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, perebutan hak asuh, Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH), hingga Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Meski begitu, pihaknya menjelaskan telah seringkali melakukan upaya antisipasi. Misalnya dengan mengadakan sosialisasi dan membuat kegiatan positif, seperti Forum Anak baik di tingkat kecamatan hingga kabupaten.
“Kita sudah seringkali melakukan sosialisasi baik di desa atau sekolahan untuk membentuk anak-anak remaja dan teman sebayanya agar tidak ada kekerasan. Kita juga sudah buat kegiatan yang positif,” jelasnya.
Untuk sementara ini Kabupaten Magetan belum memiliki Rumah Aman, tempat menampung dan memberi perlindungan bagi para korban kekerasan. Akan tetapi kedepan Furiana menyebut telah memiliki rencana untuk pembangunan Rumah Aman ini.
“Insyaallah ada rencana karena bantuan dari pusat itu hanya sesaat saja. Tapi kita juga harus buat aman semuanya jangan sampai ada kasus,” pungkasnya.
Kepala DPPKB-PPPA juga mengaku telah mengusulkan pembuatan Rumah Aman kepada Bupati Magetan kala itu. Akan tetapi masih dipertimbangkan terkait standar keamanannya.
“Sebenarnya saat itu kita sudah matur pada Bupati, tapi memang konteks amannya itu kaya apa? Karena kita tidak mungkin ada rumah saja tapi disini ada banyak penduduk, jika tau ada korban nanti khawatirnya malah di-bully. Jadi harus kita amankan, harus ada organisasinya, yang jaga, dokter, psikolog yang stand by untuk bekerja sama,” ungkapnya.
Sebagai informasi, kasus terbaru telah menimpa bocah laki-laki berusia 9 tahun. Ia menjadi korban kekerasan dari ayah kandungnya sendiri hingga berakhir harus dirawat insentif di rumah sakit akibat mengalami gegar otak dan pendarahan di perut.