Pimpinan DPRD Ponorogo dan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko saat menandatangani persetujuan LPJ Bupati Ponorogo tahun 2021 menjadi Perda.
Betitatrends, Ponorogo – Usai pembahasan panjang hingga berujung pada pembahasan ditingkat Pantia Khusus (Pansus), kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ponorogo akhirnya menyetujui Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Bupati Sugiri Sancoko atas pelaksanaan APBD Ponorogo senilai Rp 2,2 triliun.
Kendati demikian, kalangan legislatif Bumi Reyog ini memberikan sejumlah catatan penting dalam pelaksanaan duit rakyat tahun lalu itu.
Selain menyorot tingginya Sisa Lebih Pelaksanaan Anggaran (SILPA) tahun lalu sebesar Rp 318 miliar, dan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp 1,2 miliar.
Para wakil rakyat ini juga memberikan dua catatan penting kepada eksekutif, yakni pertama percepatan pelaksanaan realisasi APBD 2022 senilai Rp 2,5 triliun. Pasalnya hingga memasuki smester 2 Pemkab belum maksimal dalam realisasi anggaran yang sudah disepakati DPRD dan Pemkab tersebut.
“Dengan tingginya SILPA sekarang ini, memasuki semester 2 Pansus dan Bupati sepakat bagaimana pemerintah mempercepat pelaksanaan APBD 2022. Selain tuntutan masyarakat dan juga belajar dari pengalaman 2021,” ujar Ketua DPRD Ponorogo Sunarto usai menggelar Paripurna persetujuan LPJ Bupati Ponorogo 2021, Senin (18/07/2022).
Politisi partai Nasdem ini juga mengungkapkan, dewan juga mendesak Pemkab untuk membuang kepentingan Partai Politik (Parpol) dalam pelaksanaan APBD 2022 yang juga belum terserap maksimal hingga saat ini.
“Bagaimana Perda APBD 2022 ini segera dilaksanakan tanpa perangkaan politik. Ini dalam rangka menjawab berbagai pertanyaan, kesannya APBD ini milik partai ini itu, ketika sudah jadi Perda itu milik masyarakat. Tidak ada perdebatan,” desaknya.
Ia berharap, usai disetujui DPRD, Pemkab segera lari cepat dalam realisasi APBD 2022 mengingat tahun ini tinggal menyisakan 6 bulan saja. Hal ini guna mengantisipasi meledaknya kembali SILPA APBD pada tahun anggaran 2022.
“Harapan kami dilaksanakan tidak berhenti dalam rekomendasi Paripurna, berjalan pada tataran implementasi. Kami memberikan masukan, pelaksanaan tidak di akhir tahun, kualitas tidak baik, SILPA besar, kami tidak mau lagi,” pungkas Narto.