Beritatrends,Blitar – Galian tanah, tumpukan pasir, dan coran beton yang berserakan kini menghiasi ruas Jalan Sedap Malam RT 2 RW 14, tepat di jantung Kecamatan Kepanjenkidul, Kota Blitar. Di antara debu proyek dan hiruk-pikuk kendaraan, para pedagang kecil di sekitar Pasar Templek terpaksa menelan pil pahit: dagangan sepi, pembeli menjauh, dan pendapatan anjlok drastis.
Proyek yang disebut-sebut sebagai pengelolaan dan pengembangan sistem drainase dengan nilai Rp197.074.000 itu kini menjadi momok bagi warga sekitar.
Bagi Supri, pedagang sembako di tepi Jalan Sedap Malam, proyek ini bukan lagi soal gangguan sementara. Ia menyebutnya sebagai “bencana kecil” yang memukul ekonomi rakyat kecil.
“Pembeli mau berhenti saja susah. Kios saya ketutup galian, aksesnya terhalang. Otomatis, mereka malas mampir,” keluh Supri sambil menunjuk tumpukan pasir dan batu yang menutupi separuh jalan depan kiosnya.
“Sejak proyek ini jalan, omzet turun drastis. Penghasilan turun, tapi kebutuhan tetap jalan. Kami rugi besar gara-gara proyek yang nggak jelas ini,” tambahnya lirih.
Pemandangan serupa juga terlihat di deretan kios lain. Beberapa pedagang memilih menutup lebih awal karena tak sanggup menanggung kerugian. Sebagian lagi bertahan sambil berharap proyek segera rampung meski tanpa kepastian kapan.
“Kalau kios sebelah sampai dipasang jembatan darurat, Mas, buat aksesnya. Bahaya kalau nggak dibikinin ginian, bisa jatuh. Tapi ya tetap saja pelanggan banyak yang males mampir, pilih belanja di tempat lain yang nggak ada galiannya,” ujar seorang pedagang lain yang enggan disebutkan namanya.
Pada jam-jam sibuk, antrean kendaraan mengular hingga pertigaan Pasar Templek. Pengendara motor terpaksa naik ke trotoar, sementara mobil harus merayap pelan.
“Sudah seminggu ini kalau lewat sini pasti macet. Apalagi pagi-pagi, bisa setengah jam cuma buat lewatin satu ruas,” keluh Dedi, pengemudi ojek online.
“Kalau memang proyek pemerintah, ya harus jelas. Jangan dibiarkan begini, warga jadi korban semua,” tambahnya geram.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Blitar, Erna Santi, mengaku belum menerima laporan lengkap soal proyek tersebut.
“Kami ini menjalankan amanah pembangunan atas usulan dari masyarakat baik melalui musrenbang, hasil reses, hasil kajian, maupun prioritas daerah,” jelas Erna saat dihubungi tim media kami.
“Dampak pada proses pembangunan tentu ada, namun demikian pelaksana selalu kami arahkan untuk meminimalisirnya dengan dukungan semua pihak,” imbuhnya.
“Mudah-mudahan pembangunan berjalan lancar dan segera dapat diselesaikan,” pungkasnya.
Sayangnya, jawaban normatif itu justru mempertegas dugaan lemahnya pengawasan di lapangan.
Tak hanya di Jalan Sedap Malam, kondisi serupa juga muncul di Jalan Madura Kota Blitar. Di sana, proyek rehabilitasi saluran air berjalan tanpa papan nama dan tanpa kejelasan siapa pelaksananya. Warga menyebut proyek ini sebagai “proyek siluman” karena muncul tiba-tiba dan mengganggu aktivitas warga.
Para pekerja di lapangan pun hanya mengangkat bahu.
“Belum datang, Mas. Kami cuma disuruh kerja. Papan proyeknya belum tahu kapan dipasang,” ujar salah satu pekerja sambil menolak disebut namanya.
Padahal, dalam setiap proyek yang menggunakan uang negara, papan nama proyek adalah syarat wajib memuat nama kegiatan, instansi pelaksana, nilai anggaran, sumber dana, serta waktu pelaksanaan. Namun saat tim media kami menelusuri lokasi, tak satu pun papan proyek ditemukan di sekitar area pekerjaan. Ketiadaan papan proyek bukan hanya mengaburkan transparansi publik, tapi juga membuka ruang ketidakberesan dan dugaan penyimpangan anggaran.
“Saya biasanya lewat sini akhirnya harus memutar kalau mau berangkat kerja. Kemarin sempat ditutup beberapa hari, sekarang sudah dibuka tapi ya macet pol jadinya,” ujar Hendri, warga Jalan Madura.
Situasi itu semakin menegaskan bahwa proyek-proyek “misterius” semacam ini tengah marak di Kota Blitar menyulut keresahan dan menumbuhkan kecurigaan publik. Pemerintah seolah menutup mata, sementara rakyat kecil harus menanggung debu, macet, dan kerugian.
Kini, warga menuntut transparansi dan tanggung jawab pemerintah. Mereka berharap Wali Kota Blitar segera turun tangan untuk memastikan setiap rupiah uang rakyat digunakan dengan benar.
“Kami bukan menolak pembangunan, Mas. Tapi kalau proyeknya nggak jelas, nggak transparan, dan merugikan rakyat, ya jelas kami menggugat!” tegas Hendri menutup pembicaraan.





