Wawali Elim Tyu Samba Angkat Bicara: “Saya Tidak Pernah Dilibatkan Soal Kebijakan!”Terkait Ribuan Warganya Yang Terancam Tak Terima Rastrada

Wawali Elim Tyu  Samba

BeritaTrends, Blitar – Gelombang kritik terhadap kebijakan Pemerintah Kota Blitar kian meluas. Ribuan warga dipastikan terancam tidak menerima bantuan Beras Sejahtera Daerah (Rastrada) tahun 2025. Kondisi ini memantik reaksi keras dari Wakil Wali Kota Blitar, Elim Tyu Samba atau yang akrab disapa Mbak Elim.

Melalui sambungan telepon, Mbak Elim mengaku prihatin dengan situasi yang menimpa masyarakat kecil. Ia bahkan mengungkap bahwa dirinya tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan kebijakan strategis, termasuk soal anggaran bantuan sosial.

“Saya ini sering diajak koordinasi beberapa kepala dinas. Tapi saya sendiri ya tidak bisa menjelaskan. Karena setiap kebijakan saya tidak punya kewenangan,” ujarnya, Senin (27/10/2025).

Lebih jauh, Mbak Elim mengungkap akar dari keretakan hubungan komunikasi antara dirinya dan Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin. Menurutnya, perbedaan bukan pada kewenangan, melainkan pada minimnya komunikasi dan koordinasi.

“Saya ini juga di-WA dari Jakarta, diberi aturan dan undang-undang mengenai kewenangan Wawali. Saya faham dan sadar soal kewenangan Mas Wali. Tapi kalau komunikasi, diajak sharing, berembuk soal kebijakan sebelum diputuskan, apa salahnya?”

“Kita ini satu paket. Tidak bermaksud intervensi kebijakan Mas Wali, tapi minimal bisa memberi masukan mana yang lebih berpihak pada masyarakat,” imbuhnya.

Mbak Elim juga menegaskan, dirinya tidak pernah diajak membahas anggaran, bahkan dinas-dinas pun bersikap pasif ketika ditanya.

“Saya tidak pernah dilibatkan mengenai anggaran. Dinas terkait ketika saya tanya mengenai anggaran juga jawabannya pasif. Ya mungkin karena saya hanya wakil. Jadi lebih bagus ditanyakan ke Mas Wali, kan beliau yang punya wewenang,” pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, program Rastrada menjadi tumpuan pangan bagi ribuan keluarga kurang mampu di Kota Blitar. Namun pada APBD Perubahan 2025, anggaran Rastrada justru dipangkas signifikan, dari Rp17,649 miliar menjadi Rp14,354 miliar, atau turun Rp3,29 miliar dari pagu awal.

Baca Juga  Polres Blitar Kota Gelar Serah Terima Jabatan Pejabat Utama dan Kapolsek, Wujud Penyegaran Organisasi

Pemangkasan itu berdampak langsung terhadap jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang menurun dari 9.989 menjadi 6.534 penerima.

Sejumlah warga pun meluapkan kekecewaan.

“Kami ini masih berjuang memenuhi kebutuhan harian. Kalau bantuan beras dikurangi, siapa yang memikirkan rakyat kecil?” keluh Ari, warga Pakunden.

Ironisnya, di sisi lain, anggaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Blitar yang mencakup pemeliharaan gedung, kegiatan protokoler, dan rumah tangga pejabat, justru melonjak dari Rp4,19 miliar menjadi Rp7,59 miliar naik Rp3,29 miliar, jumlah yang sama dengan nominal pemotongan Rastrada.

Kondisi ini menuai sorotan tajam dari kalangan legislatif.

Anggota Fraksi PKB DPRD Kota Blitar, Totok Sugiarto, yang juga duduk di Badan Anggaran (Banggar), menegaskan bahwa pemangkasan bantuan sosial merupakan bagian dari penyesuaian APBD sesuai Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025.

“Pemangkasan itu bagian dari penyesuaian belanja daerah sesuai Inpres dan dituangkan dalam Peraturan Wali Kota Nomor 13 Tahun 2025, sebagai perubahan atas Perwali Nomor 55 Tahun 2024,” jelas Totok.

Namun Totok mengingatkan, kebijakan rasionalisasi tidak boleh mengorbankan rakyat kecil.

“Anggaran untuk kebutuhan pejabat seharusnya dinomor sekian. Kepentingan masyarakat, terutama keluarga miskin, harus didahulukan. Jangan sampai rakyat dikorbankan demi kenyamanan birokrasi,” tegasnya.

Totok juga membeberkan bahwa pihaknya sempat mengoreksi pemangkasan berlebihan di sektor sosial saat pembahasan di Banggar DPRD.

“Awalnya, rasionalisasi Rastrada mencapai Rp5,14 miliar. Kami intervensi dan usulkan koreksi hingga Rp3,29 miliar, sehingga ada dana sebesar Rp1,85 miliar yang bisa dikembalikan,” ungkapnya.

Menurutnya, koreksi itu cukup untuk mengembalikan hak sekitar 1.000 keluarga penerima.

“Walaupun ada pemangkasan, kami berusaha menyelamatkan yang masih bisa diselamatkan. Setidaknya 1.000 keluarga kembali terfasilitasi. Tapi tetap, kebijakan semacam ini jangan jadi kebiasaan,” tandasnya.

Baca Juga  Pembiakan dan Penyebaran Nyamuk Wolbachia Yang Menimbulkan Pertanyaan dan Kecemasan Masyarakat

Kondisi ini mempertegas adanya krisis komunikasi di tubuh Pemerintah Kota Blitar, sekaligus memperlihatkan jurang antara kebijakan birokrasi dan realitas masyarakat. Di tengah ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, kebijakan pemangkasan bantuan sosial dinilai tidak populis dan tidak empatik terhadap warga kecil.

Sementara itu, publik kini menunggu tanggapan langsung Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin, yang disebut-sebut sebagai pengambil keputusan akhir atas kebijakan kontroversial tersebut. dilangsir dari Memo

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *