Oleh : Sri Eko Sriyanto Galgendu
(Koordinator Presidium Forum Negarawan, Ketua Umum GMRI)
Melihat post power syndrome ala Jokowi ini menarik untuk dicermati. Seperti laga pertandingan bola yang dapat diatur. Jokowi dapat bermain disegala lini, kadang jadi striker, kapten, motor, pengumpan, sayap, back, kiper. Bahkan bisa jadi wasit, pengambil bola, penonton, penjual karcis, calo, satpam, bahkan sekalian penjudi dan bandar juga promotor.
Jokowi berpolitik seperti gaya bertinju Mohammad Ali, petinju legendaris dunia serta memiliki gaya tinju yang disebut “Melayang seperti kupu -kupu, menyengat bagaikan lebah”. Yang pernah diisap sari sari makanan dan madunya adalah : Megawati, Prabowo Subianto, Surya Paloh dll. Tapi mereka juga oleh disengat Jokowi.
Bentuk post power syndrome yang aneh — yang belum pernah terjadi pada era Presiden-presiden Indonesia yang lain. Post power syndrome Jokowi yang aneh, terkadang gokil, gila, lucu dan menarik. Tapi sebenarnya tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang Presiden. Gogil cocoknya untuk ABG, tapi gokil cocok untuk Kaesang, tapi belum tentu cocok untuk ketua umum partai.
Pola pandang masyarakat terpecah, sewaktu Jokowi mengundang acara Santapan Rajakaya 3 capres. Semua orang jadi heboh, kaget, tersenyum, hebat, tak menyangka dan mendentam hampir semua pendukung capres, pengamat, lawan politik. Semuanya blank – kosong -sewaktu diminta berpendapat.
Permainan dan akrobat politik, gokil Jokowi mengagetkan semua pihak. Padahal Jokowi sebenarnya belajar dan meniru para mentornya. Jokowi sudah dapat mengukur mental dan kemampuan strategi para politikus, termasuk para Ketua Umum Partai Politik. Tapi Jokowi lupa diri — tidak eling lan — tidak waspada. Sehingga kekuatan Rahwananya muncul kemudian menampakkan Dasamukanya yang asli dan otentik.
Publik melihat dan mencermati Keputusan MK dan upaya mewacapreskan Gibran. Sehingga membuat PDIP terkejut, meriang dan merasa dikhianati. Serta membuat kubu AMIN bertepuk tangan, karena kubu nasionalis pecah. Serta Kubu Prabowo yang mendapat durian runtuh. Tetapi dibalik itu semua, keputusan MK dan mewacapreskan Gibran tersebut dapat juga menjerumuskan Jokowi dan membuat kubu AMIN naik diatas angin.
Tiba- tiba Jokowi melakonkan peran di panggung ketoprak dengan Lakon Santapan Rajakaya. Yang disuguhkan lauk Soto dan Bebek, yang jika diartikan tafsirnya dalam bahasa jawa, dapat diartikan ” disoto “. Artinya : diplekoto, dibohongi, diremehkan, tidak dianggap — jadi sangat direndahkan. Apalagi ditambah lauk santapan bebek, yang dapat diartikan mbebek — akan mengikuti kehendak apa yang menjadi kemauan Jokowi. Jadi 3 Capres, yang diundang makan tersebut dijerat dalam intrik tersembunyi dibalik santapan tersebut.
Walaupun disisi lain, kelihatan Jokowi dapat juga dinilai sebagai sosok yang memerankan politikus yang handal. Serta kelihatan disuyuti – dihormati – oleh semua capres. Kemudian dia terkesan mampu merangkul mereka semua. Tentu saja belum tentu para capres tersebut – suyut atau menghormati Jokowi — yang dihargai dan dihormati mereka adalah jabatan Jokowi sebagai Presiden. Karakter dan mental Jokowi sudah terbaca oleh para Capres. Mereka juga sudah tahu, tujuan dari undangan Jokowi ataupun adanya udang dibalik batu pada acara santapan Rajakaya tersebut.
Para capres sudah tahu Jokowi pingin disabyo– subyo, diangkat dan setinggi- tingginya. Jokowi mengalami post power syndrome. Jokowi sudah over confident, merasa dapat mengatur segalanya. Jokowi merasa dapat mengatur kuasa akan kekuasaan. Padahal ada Yang Maha Kuasa di atas segalanya , yaitu Tuhan Yang Maha Esa.