Beritatrends,Magetan – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) dan Pemadam Kebakaran (Damkar) Magetan menggandeng Kantor Bea dan Cukai Madiun dalam upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal di Kabupaten Magetan, dengan melakukan operasi gabungan yang menyasar tiga kecamatan sekaligus, Rabu (21/5/2025).
Kepala Bidang Penegakan Perda (Kabid Gakda) Satpol PP Magetan, Gunendar, mengatakan operasi ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2024 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
Razia menyasar toko-toko kelontong dan warung yang disinyalir menjual rokok tanpa pita cukai.
“Hari ini tim gabungan diterjunkan ke tiga kecamatan, yakni Panekan, Sukomoro, dan Kawedanan. Operasi ini dilaksanakan selama dua hari,” ujar Gunendar saat dikonfirmasi.
Menurutnya, kegiatan ini didahului dengan pengumpulan informasi di lapangan yang dilakukan maksimal empat kali sebelum turun operasi.
“Sesuai regulasi terbaru, sebelum operasi kami wajib kumpulkan data maksimal empat kali. Itu syarat mutlak dari PMK 72/2024,” tambahnya.
Operasi di Panekan menyisir sembilan dari total 16 desa dan satu kelurahan. Namun, hingga saat ini belum ditemukan peredaran rokok ilegal.
Sementara di Sukomoro, petugas menyisir sejumlah warung dan toko. Di lapangan, mereka dihadapkan dengan tantangan: adanya dugaan peredaran di rumah-rumah warga yang sulit dijangkau secara teknis.
“Kami kesulitan jika peredarannya berada di rumah-rumah, karena tidak semudah menindak toko. Perlu pendekatan khusus dan legalitas yang jelas,” terangnya.
Hal serupa juga terjadi di Kawedanan. Meski wilayahnya cukup luas dan memiliki banyak desa, hasil operasi hari pertama belum menunjukkan adanya temuan rokok ilegal.
Meski demikian, informasi dari warga soal keberadaan rokok ilegal tetap dikantongi untuk pengembangan lebih lanjut.
Dalam kesempatan itu, Gunendar juga menyoroti pembatasan dalam penggunaan DBHCHT. Menurutnya, PMK 72/2024 mengubah porsi anggaran, di mana 60% harus dialokasikan untuk operasi pemberantasan, dan hanya 40% untuk sosialisasi.
“Dulu kami bisa berinovasi lewat sosialisasi, misalnya lewat panggung hiburan atau event. Sekarang tidak boleh lagi di ruang terbuka, harus indoor dan tidak boleh digabung dengan agenda lain,” jelasnya.
Perubahan tersebut, menurutnya, menyulitkan edukasi masyarakat secara luas.
“Kegiatan operasional kan terbatas, itu-itu saja. Tapi ruang untuk pendekatan masyarakat lewat sosialisasi malah dipersempit,” kritiknya.
Meski dihadapkan pada sejumlah keterbatasan, Gunendar berharap operasi ini bisa tetap berjalan maksimal. Ia mengimbau masyarakat untuk ikut andil dalam memerangi rokok ilegal.
“Rokok ilegal itu tidak bayar pajak, tidak kena cukai, dan tidak diawasi pemerintah. Ini jelas merugikan negara. Kalau bukan kita, siapa lagi yang peduli? Mari kita cegah bersama,” pungkasnya.