TBBR, Miliki Struktur dan Gelar Adat Yang Bisa Dipertanggungjawabkan

Beritatrends kalbar – menangapi dari penolakan di suatu daerah dan bahasa-bahasa tidak enak tentang TBBR. Agustinus menegaskan bahwa apa yang disampaikan oleh sdr. Murjani Aban terkait TBBR, kurang dan bahkan tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya terutama terkait gelar dan ritual adat di TBBR.

Sebagai ormas yang punyai tujuan dan visi misi mempersatukan dan membela hak-hak masyarakat adat Dayak, serta memiliki legalitas sesuai UU Ormas, TBBR memiliki struktur organisasi dan struktur adat yang hirarki tersendiri.

” Dalam setiap kegiatan adat, TBBR selalu memulai dan mengawali dengan adat wilayah setempat. Fungsi pemangku adat wilayah setempat selalu pertama dan utama, termasuk acara penyambutan juga menggunakan acara adat penyambutan wilayah setempat dan tidak menghilangkan adat budaya lokal/setempat. Kesenian dan adat tradisi yang sudah tenggelam kembali hidup dengan hadirnya TBBR, contohnya pada saat dilakukan pembukaan keramat atau tolak bala dan acara adat lainnya maka kita mulai dengan BEDARA’ istilah di daerah Sintang, setelah itu baru adat TBBR” tegas Agustinus.

Demikian juga pada saat melakukan ritual adat di di Kalteng, Kalbar, Kaltim, Kaltara bahkan di Sarawak Malaysia, semuanya dimulai dengan ritual adat setempat.
Jadi, tidak benar jika dikatakan tidak menghargai apalagi menghilangkan adat setempat.
Itulah adalah pendapat ketakutan yang berlebihan.

Untuk acara pembukaan keramat ataupun mengaktifkan kembali tempat-tempat keramat, TBBR selalu berkoordinasi dengan tokoh dan pemangku adat termasuk dengan masyarakat setempat.
Demikian juga pada acara – acara adat budaya lainnya.

Terkait pemberian gelar adat di TBBR bahwa seseorang yang diberi gelar adat harus melalui proses yang dilakukan secara adat. Gelar adat tersebut tidak menghapus dan tidak menghilangkan gelar adat lainnya yang sudah melekat sebelumnya.
” Misalnya seseorang yang menjadi timamggong sebelumnya kemudian mendapat gelar adat menjadi Patih, maka gelar tersebut melekat.
Ketika menjadi timamggong melekatnya sebagai timamggong, ketika menjadi Patih akan digunakan pada saat kegiatan TBBR ” tambah Agustinus.

Gelar adat di TBBR memiliki dan mempunyai tingkatan dan fungsi masing – masing untuk mendukung kegiatan yang hanya berlaku bagi TBBR dan tidak mempengaruhi atau mengubah gelar Adat diluar TBBR.
Jadi tidak benar pernyataan sdr. Murjani Aban yang mengatakan bahwa adanya dugaan royal memberikan gelar adat.
” Itu semua perlu proses dan tidak instan dan memiliki nilai spiritual dan nilai manfaat di masyarakat adat ” jelas Agustinus.
Misalnya seorang ‘Pabore’ tugasnya mengobati saja, tidak bertugas di bidang lain.

Sebagai organisasi akar rumput, TBBR sudah banyak kerja nyata berjuang membela hak – hak masyarakat adat diantaranya peladang, kasus Effendi Buhing di Laman Kinipan, konflik masyarakat dengan investor dan juga diapresiasi oleh penegak hukum dalam membantu menjaga Kamtibmas serta penyelesaian masalah lainnya dengan mengedepankan musyawarah secara adat.

Tidak hanya itu saja, TBBR juga sangat banyak melakukan kegiatan sosial, seperti membantu korban banjir, kebakaran, orang sakit dan lain – lain.
Pemuda pemudi yang dulunya pemabuk, berbuat kriminal ketika sudah menjadi anggota TBBR akhirnya sembuh.
” Kita boleh melakukan penelitian, tentang bagaimana dampak sosial sebelum dan sesudah hadirnya TBBR pada suatu wilayah.
Bagaimana tingkat kriminalisas, tingkat konsumsi miras dan masalah sosial masyarakat lainnya” tegas Agustinus.

” Saya berharap sdr. Murjani Aban dan tokoh – tokoh masyarakat lainnya jika ingin duduk bersama dengan TBBR untuk berdiskusi, kami sangat terbuka agar tidak menimbulkan keliru tafsir tentang TBBR” tutup Agustinus.

Pos terkait