Tragedi Elo Membuktikan Pancasila Belum Mendapat Tempat Istimewa

Korneles Tuamain S. Sos, M.A.P.
Dosen PSDKU UNPATTI di MBD

Beritatrends, Maluku – Peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok warga di Desa Elo, Kecamatan Mdona Hyera, Kabupaten Maluku Barat Daya terhadap rombongan pendeta serta bangunan rumah ibadah Gereja Sidang Jemaat Allah pada tanggal 16 dan 17 November 2021 menimbulkan banyak tanya di hati tentang kesakralan Pancasila yang merupakan dasar diatas segala dasar bernegara kita saat ini. Apakah Pancasila sekedar hanya huruf mati yang kemudian dihafalkan begitu saja? Ataukah ada ideologi lain selain Pancasila yang telah berhasil mengobok-obok nilai-nilai dasar yang merupakan Consensus bersama seluruh komponen anak bangsa? Tentunya apa yang terjadi di Elo adalah salah satu dari sekian banyak peristiwa intoleransi antar umat beragama yang kerap terjadi di negeri Pancasila ini.

Yang lebih memiluhkan hati adalah disaat dunia sedang memperingati Hari Toleransi Internasional atau International Day for Tolerance yang di peringati tanggal 16 November berdasarkan ketetapan Sidang Umum PBB tahun 1996, justru ternodai dengan aksi segelintir masyarakat yang melakukan aksi intoleransi antar kelompok dalam bingkai keagamaan.

Padahal konstitusi kita telah mengatur dengan jelas dan pasti tentang kebebasan warga negara untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Perlu di ketahui dan mengingatkan lagi bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi penduduknya termasuk kebebasan beragama. Hal itu tertuang dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945 dan dipertegas dalam pasal 18 UU nomor 12 tahun 2005 yang mengatakan bahwa:

” setiap warga negara berhak atas kebebasan berfikir, keyakinan dan beragama. Artinya hak warga negara tersebut mencakup kebebasan menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri dan kebebasan baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan dan pengajaran.

Dengan sering terjadinya aksi-aksi Intoleransi di negeri ini, cukup membuktikan bahwa Pancasila sebagai dasar di atas segala dasar bernegara kita masih sangat jauh dari kata dipahami semua anak bangsa secara menyeluruh. Dan memperlihatkan sisi kerapuhan pada sendi bernegara kita, karena Pancasila sebagai Philosophi Granslag belum tertanam di dalam hati batin setiap warga negara.

Sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila maka kegiatan-kegiatan spiritual keagamaan yang dilakukan oleh warga negara tidak boleh dibatasi oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun, di seluruh pelosok persada Nusantara ini.

Negara dalam hal ini Pemerintah harus hadir sebagai penyeimbang untuk mengedukasi warganya dengan memberikan pencerahan-pencerahan terkait pelanggaran hukum yang dilakukan, sehingga kedepan generasi bangsa ini jangan lagi diajak untuk menonton dan meniruhkan praktek-praktek intoleran antar umat beragama.

Pos terkait