Sejarah Awal Perjudian di Indonesia, dari Zaman Belanda hingga Indonesia
Beritatrends, Artikel – Sejarah awal perjudian di Indonesia merupakan salah satu sejarah yang wajib kamu ketahui. Pasalnya, perkembangan tersebut memberikan gambaran bagaimana praktek perjudian mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Perkembangan judi di Indonesia sendiri sudah bisa dilacak sejak masa kerajaan-kerajaan. Bahkan ketika Indonesia dijajah oleh Belanda, praktek perjudian mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Tak berhenti sampai masa penjajahan Belanda, ketika Indonesia merdeka perkembangan judi semakin beragam. Salah satu kebijakan kontroversinya adalah ketika praktek perjudian menjadi sesuatu yang legal pada masa orde baru.
Praktek perjudian pada masa orde baru dikemas dengan sistem undian, yang seolah-olah bukanlah perjudian. Namun, banyak pihak menilai bahwa hal ini mengarah pada perjudian. Tulisan ini akan mengulas lebih jauh mengenai sejarah perjudian di Indonesia
Sejarah Awal Perjudian di Indonesia dari Zaman Belanda hingga Orde Baru
Praktek perjudian di masyarakat lokal merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Praktek perjudian ini berkembang seiring berjalannya waktu.
Bahkan, jejak-jejak mengenai perjudian dapat kita lihat juga dalam legenda-legenda yang ada di masyarakat. Salah satu kisah yang cukup terkenal mengenai perjudian adalah ketika kelompok Pandawa melawan kelompok Kurawa.
Diketahui bahwa dalam kisah Mahabharatha itu, kelompok Pandawa mengalami kekalahan dalam permainan judi dadu.
Dalam sejarah awal perjudian di Indonesia, bukti lain yang menggambarkan bagaimana praktek perjudian sudah melekat di masyarakat adalah catatan mengenai adu ayam, atau sabung ayam.
Bahkan, catatan mengenai perjudian adu ayam ini ditemukan pada banyak prasasti yang ada di Indonesia. Memang jenis aduan ayam ini merupakan hal yang sering kali ditemukan.
Raffles menyatakan bahwa praktik perjudian dengan aduan ayam sudah sangat umum terjadi di masyarakat waktu itu.
Pola perjudian dengan ayam ini juga jadi bahasan dalam Kitab Pararaton yang menjelaskan bahwa, Ken Arok sebelum menjadi Raja Singosari sering melakukan sabung ayam.
Permainan judi sabung ayam ini agaknya menjadi salah satu jenis perjudian yang masih eksis hingga hari ini. Terutama di daerah-daerah perkampungan.
Perjudian di Lingkungan Kerajaan Mataram
Marwati Djoened, dkk dalam buku berjudul “Sejarah Nasional Indonesia Jilid 2: Zaman Kuno” (2019), bukti-bukti mengenai perkembangan judi ini juga dapat dilihat pada struktur pejabat di lingkungan Kerajaan Mataram.
Sejarah awal perjudian di Indonesia mencatat bahwa, pada bagian kerajaan tersebut terdapat tuhan judi (juru judi) yang memiliki tugas untuk mengurusi bandar judi.
Tak hanya itu, juru judi juga bertugas dalam hal pengurusan pajak perjudian yang ada di lingkungan kerajaan tersebut.
Melihat bagian khusus yang bertugas untuk mengurusi bagian ini, dapat kita simpulkan bahwa perjudian dalam lingkungan kerajaan sebenarnya memiliki aturan tersendiri. Baik dalam hal perpajakan maupun para bandar-bandar.
Judi Zaman Belanda Ketika VOC datang ke wilayah Batavia, waktu itu praktek perjudian dan rumah-rumah judi yang ada sudah menjadi hal yang lumrah.
Perkembangan rumah-rumah judi di Batavia ini memang tidak bisa lepas dari kehadiran orang-orang Tionghoa di Batavia.
Ketika bermigrasi dari negeri kelahiran mereka dan berpindah ke Hindia Belanda, kebiasaan-kebiasaan perjudian tersebut tak serta merta hilang begitu saja.
Dalam sejarah awal perjudian di Indonesia, menjamurnya jumlah rumah-rumah judi di Batavia sebenarnya cukup menguntungkan bagi orang-orang Belanda waktu itu.
Satu sisi orang-orang Tionghoa mendapatkan kesenangan dari perjudian, namun sisi yang lain orang-orang Belanda dapat menarik pajak dari perjudian tersebut.
Perkembangan dari rumah-rumah perjudian ini pun pada akhirnya tidak hanya merambah orang-orang Tionghoa, melainkan juga masyarakat pribumi.
Banyak Rumah Judi di Batavia Benny G. Setiono dalam buku berjudul “Tionghoa dalam Pusaran Politik” (2002), mengenai rumah-rumah judi ini memang Pemerintah Belanda sengaja memeliharanya.
Tujuannya tidak lain adalah agar bisa menarik uang dari para budak dan kuli kontrak yang sangat kecanduan judi. Uang yang diterima setiap kali selalu dihabiskan di meja judi.
Untuk mengontrol perjudian di Batavia, Jan Pieterszoon Coen mengangkat seorang Kapiten untuk melakukan pemungutan pajak
Pajaknya pun terbilang cukup besar, yaitu mencapai 20 persen. Karena hal inilah perjudian di Batavia masih terus berlanjut. Bahkan ketika masa-masa setelah Jan Pieterszoon Zoen.
Apalagi jika melihat dari para penjudi yang ada di Batavia tak semua berasal dari penjudi kelas bawah. Melainkan juga para penjudi besar yang tidak segan-segan mengeluarkan uangnya demi kesenangannya.
Dalam sejarah awal perjudian di Indonesia, perkembangan pesat rumah perjudian ini membuat kawasan Batavia dikelilingi rumah perjudian. Jumlahnya pun melebihi jumlah dari rumah sakit pada zaman itu.
Jumlah pemasukan bagi pejabat kolonial yang tidak sedikit itulah yang membuat mereka enggan untuk menutup praktek perjudian.
Permain judi biasanya berupa judi kartu dan dadu atau poker. Judi jenis ini merupakan judi yang cukup terkenal di Batavia. Sedangkan, pada pertengahan abad 19 orang-orang Eropa baru mengenalkan jenis judi seperti lotere.
Permainan yang semakin beragam ini memberikan bagaimana gambaran perkembangan dari sejarah awal perjudian di Indonesia. Meskipun dalam kasus-kasus tertentu judi aduan ayam sebenarnya masih tetap eksis hingga hari ini.
Perjudian Pasca Indonesia Merdeka
Ketika Indonesia Merdeka, praktek perjudian memang tidak serta merta hilang. Praktek perjudian secara ilegal masih terus berkembangan. Namun, pada sisi yang lain praktek perjudian legal pun turut berkembangan.
Salah satu praktek perjudian yang berbentuk undian dilakukan oleh Yayasan Rehabilitas Sosial. Permainan yang mendapat izin resmi dari pemerintah itu menawarkan hadiah yang cukup besar pada zaman itu.
Ketika Orde Baru berkuasa pun praktek perjudian yang legal ini masih terus berlanjut. Salah satunya adalah dengan munculnya program SDSB atau Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah.
Samsudin Adlawi dalam buku berjudul “Makan Kapal Selam” (2020), sesuai dengan namanya, SDSB merupakan kupon berhadiah untuk mereka yang membelinya. Kuponnya seperti voucher, terdapat angka dan nomor seri di bagian dalamnya.
Selain SDSB, terdapat juga undian Porkas atau Pekan Olahraga Ketangkasan. Pola undian yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru ini dikelola secara resmi oleh Departemen Sosial.
Bagi masyarakat yang tertarik terhadap undian Porkas ini dapat membeli kupon seharga seribu rupiah. Porkas dan SDSB ini memang undian berkedok membantu kegiatan olahraga. Pengundian kupon setiap sepekan sekali melalui televisi dan radio.
Peluang hadiahnya pun cukup menggiurkan, terutama bagi rakyat kecil. Bagi masyarakat yang ingin mendapatkan peluang lebih besar, dapat membeli lebih dari satu kupon.
Praktek Undian Diprotes MUI Praktek undian ini sendiri sebenarnya mendapatkan banyak protes dari berbagai pihak, seperti MUI, maupun tokoh-tokoh agama. Tak hanya itu, penyanyi dangdut kondang Rhoma Irama pun turut memberikan kritikan terhadap program Orde Baru ini.
Meskipun, lebih mirip judi ketimbang undian, pemerintah waktu itu tetap enggan menyebutkan sebagai praktek perjudian. Padahal MUI menilai bahwa program undian Porkas itu jelas mengindikasikan kepada perjudian ketimbang undian.
Sebenarnya tak hanya perihal undian yang lebih cenderung ke arah perjudian. Alasan lain MUI melarang undian Porkas adalah karena di masyarakat mulai marak terjadinya praktek perdukunan untuk menebak hasil dari undian tersebut.
Alhasil, praktek kemusyrikan dan kesesatan ini pun menjadi salah satu hal yang MUI khawatirkan ketika undian Porkas tetap berlanjut.
Dampak buruknya dari praktek undian Porkas ini adalah masyarakat menjadi enggan untuk berusaha dan terlalu bergantung pada keberuntungan. Mereka menjadi malas dan terbuai dengan harapan-harapan dapat memenangkan hadiah besar dari perjudian itu.
Dalam sejarah awal perjudian di Indonesia, undian Porkas sendiri baru berhenti pada 24 September 1994. Hal itu berdasarkan keputusan dari Menteri Sosial yang mengurusi bagian tersebut.