Beritatrends,Ponorogo – Kecintaan terhadap kesenian Reog Ponorogo tak hanya dimiliki kaum laki-laki. Di balik kemegahan pertunjukan seni ini, para perempuan hebat Ponorogo juga turut andil dalam menjaga dan melestarikan budaya adiluhung tersebut.
Adalah “Sardulo Nareswari”, Paguyuban Reog Perempuan yang terus berkomitmen melestarikan kesenian Reog Ponorogo.
Tak hanya jathil, bujang ganong, klono sewandono, warok, bahkan pembarong dimainkan sepenuhnya oleh perempuan. Mereka tak kalah lihai dan atraktif menyuguhkan setiap gerakan Reog Ponorogo di setiap pertunjukan.
Kini, Sardulo Nareswari, sudah menginjak usia 10 tahun. Minggu, (20/7/25) memperingati hari lahirnya, Sardulo Nareswari menggelar syukuran dan pertunjukan bertajuk “1 Dekade Harmoni Budaya Reyog Putri Sardulo Nareswari” di Desa/Kec. Sawoo.
Tri Heni Astuti, Ketua Paguyuban Reog Sardulo Nareswari, bercerita bahwa mendirikan paguyuban reog perempuan bukanlah hal yang mudah. Pandangan sebelah mata dan berbagai tantangan mewarnai perjalanan “Sardulo Nareswari”.
Tak putus asa, berkat tekad dan kerja keras, terbukti Sardulo Nareswari masih eksis dan semakin aktif berkontribusi dalam pelestarian Reog Ponorogo.
“Kita yang awalnya dianggap tidak pantas tapi kami juga berperan penting terhadap diajukannya Reog ke ICH UNESCO. Karena salah satu syarat bisa jadi UNESCO itu yaitu reog bisa dimainkan perempuan,” ungkapnya.
Tak hanya aktif di panggung pertunjukan, Sardulo Nareswari juga aktif melakukan regenerasi. Mereka menggandeng Lembaga Pendidikan dan para guru di desa-desa untuk mengajak anak-anak perempuan belajar memainkan Reog Ponorogo.
“Kami bekerjasama dengan bu guru di desa-desa, diberi motivasi untuk belajar nari jathil ganong, dan lainnya. Kalau main Reog kita pelan-pelan karena memang berat,” tambahnya.
Wakil Bupati Bunda Lisdyarita yang membersamai acara tersebut, tidak bisa menyembunyikan rasa bangga dan takjubnya akan kemampuan serta konsistensi “Sardulo Nareswari” dalam melestarikan Reog Ponorogo.
Menurutnya, eksistensi Reog Perempuan telah menjadi bagian penting dalam keberhasilan Reog Ponorogo ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh ICH UNESCO.
“Reog Ponorogo sudah menjadi milik sah Ponorogo. Itu dipantau setiap 2 tahun sekali oleh UNESCO dan kita memberi laporan ke mereka. Reog Perempuan menjadi salah satu faktor yang kita masukkan ke salah satu faktor pelestarian budaya agar diakui UNESCO,” ungkapnya.
Melihat pentingnya hal tersebut, Bunda Lisdyarita mengajak masyarakat mendukung penuh keberadaan Reog Perempuan Ponorogo dan turut ambil bagian menjaga eksistensinya.
“Ayo sareng-sareng ikut membudayakan Reog Ponorogo. Ayo kita bangkit, kita lestarikan budaya Ponorogo yang lebih hebat,” ajaknya.