Ilustrasi Bergotong royonglah Membangun Untuk Kepentingan Bersama
Beritatrends – Bangsa Indonesia hari ini perlu manusia yang miliki hati. Tak lagi memerlukan manusia yang cerdas dan pintar. Karana di Indonesia sudah cukup banyak manusia yang pintar dan jenius. Jadi manusia yang memiliki hati itu sangat diperlukan, tidak cuma sekedar untuk menjaga rasa malu, tapi juga komitmen serta kesetiaan agar tak khianat dan abai terhadap sesama kawan seperjuangan hingga kesetiaan pada bangsa dan negara yang telah memiliki kesepakatan bersama segenap anak bangsa tanpa kecuali.
Krisis kepercayaan yang terjadi — tidak hanya sesama kawan seperjuangan — tetapi juga kepada aparatur pemerintah serta alat negara yang diberi mandat dan amanah oleh rakyat, nyaris pupus tak lagi bisa dipercaya oleh publik. Tak hanya kekayaan negara dan milik bersama bangsa yang dijual dan digadaikan, tapi juga hukum serta perundang-undangan harga diri diumbar tanpa rasa risi tiada rasa malu.
Kerakusan dan ketamakan — tidak lagi sebatas harta dan kekayaan — tapi juga kekuasaan mulai dari dalam kelompok sampai instansi serta lembaga tinggi pemerintah jadi rebutan tanpa rasa malu dan abai pada etika dan moral hingga tak lagi memiliki akhlak mulia sebagai sesuatu yang agung bagi manusia yang beradab. Karena itu, fenomena dalam budaya aktivitas kaum pergerakan yang lebih cenderung melakukan “perlombaan balap karung” atau semacam “lomba memanjat pinang”, perlu disadari semacam benih yang mengembangbiakkan perilaku korup, culas, tidak setia dan ingkar terhadap komitmen perjuangan untuk dan demi rakyat banyak. Bukan untuk kesenangan dan memuaskan diri sendiri bersama keluarga dengan rela menjadikan orang lain sebagai korban.
Nilai kesetiaan dan komitmen terhadap kemuliaan manusia — utamanya terhadap diri sendiri — benihnya bisa terlihat dari kecenderungan yang tersembunyi dari bilik hati yang kotor untuk saling menjegal kawan sendiri seperti perilaku dalam perlombaan balap karung. Demikian juga dengan kegandrungan kaum aktivis — yang kemudian mempunyai kesempatan menjadi penguasa — akan lebih berbahaya perilakunya yang terus memakai pola atau metode berlomba memanjat pohon pinang. Karena pelajaran menarik dari inti perlombaan memanjat pohon pinang ini, menjadi pengingat bila untuk naik ke atas itu harus tetap disadari atas usaha dan perjuangan kawan-kawan juga tak boleh dilupakan saat menikmati makan siang yang gembira dan menyenangkan.
Pemahaman yang terkungkung dalam pola lomba balap karung maupun perlombaan memanjat pohon pinang ini, penyebab utamanya lantaran sempitnya wawasan dalam melihat sejumlah jenis tontonan yang cuma terbatas. Sehingga sikap kesatria seperti dalam pertarungan Unlimited Fighting Champion tidak ikut mewarnai cakrawala pandang, bahwa dalam pertarungan yang bisa berujung pada kematian pun perlunya etika, moral dan akhlak mulia sebagai manusia yang tak tergoyahkan.
Artinya, apalagi dalam konteks Pemilu 2024 yang akan memilih Calon Legislatif dan Calon Eksekutif pada semua level maupun tingkatan, masih mungkinkah jabatan yang dapat diraih itu tetap dapat memberi kenyamanan dan ketenteraman serta kebahagiaan secara lahir dan batin ?
Agaknya, dari perspektif serupa inilah hakikat dari intelektual seseorang itu belum bisa dianggap cukup untuk menjadi sosok pemimpin, karena harus dan mutlak untuk memiliki kemampuan spiritual yang mumpuni. Sejumlah guru besar dan para jendral dari berbagai angkatan yang telah purna tugas — artinya sudah lulus menjalankan tugas dan kewajiban pokoknya bagi negara dan bangsa — toh masih mencari-cari sosok negarawan untuk menyelamatkan bangsa dan negara ini dengan cara berhimpun dalam Forum Negarawan yang rutin melakukan diskusi serta kajian minimal satu kali dalam sebulan dengan topik terpenting untuk kemaslahatan bangsa dan negara yang mereka cintai.
Atas dasar hasrat untuk membuat kesetimbangan itulah diperlukan forum serupa yang mampu memberi masukan dari sisi yang lain, sehingga nilai-nilai kebenaran yang bisa diperoleh rakyat banyak tidak cuma dari satu sumber — yang sangat mungkin tidak cocok, atau bahkan sinkron dengan apa yang sesungguhnya diperlukan oleh rakyat. Setidaknya, keselarasan ide dan langkah perjuangan yang harus dilakukan, toh tidak boleh mengabaikan peran serta rakyat. Sebab untuk membangun — apalagi ingin memperbaiki — apapun bentuknya, sungguh tidak mungkin dapat kita lakukan sendiri.