Ziarah Makam Tujuh Leluhur Tokoh Pendiri Kabupaten Magetan

Makam Ki Mageti di Jalan Basuki Rahmat Utara(dibelakang koperasi kokardan)

Beritatrends, Magetan – Menyambut peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Magetan yang ke-347, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magetan melaksanakan rangkaian ziarah makam tujuh leluhur tokoh pendiri Kabupaten Magetan, Selasa (6/10/2022).

Selain ziarah juga pemberian paket sembako kepada warga sekitar makam, pelaksananya dimulai setelah upacara di TMP Yudhonegoro menuju Makam Ki Mageti di Jalan Basuki Rahmat Utara (dibelakang koperasi kokardan) terus ke Makam Yosonegoro di Jalan Seno Magetan, kemudian ke Makam Nrangkusumo di Kelurahan Bulukerto Magetan, selanjutnya ke Makam Maduretno di Puncak Gunung Bancak, Desa Giripurno, Kawedanan, lalu ke Makam Kertonegoro di Jalan Salak Kel. Kepolorejo Magetan, diteruskan ke Makam Purwodiningrat di Desa Pacalan, Plaosan dan terakhir ke Makam Ronggo Galih di Desa Durenan, Sidorejo

Bupati Magetan Dr. Drs. H. Suprawoto. SH. M.Si menyampaikan, dalam rangka peringatan HUT Magetan yang ke -347 tahun seperti biasa rutin melaksanakan ziarah makam tujuh leluhur.

Bupati Suprawoto mengatakan, dalam rangkaian hari jadi Magetan yang ke 347 kita selalu melakukan ziarah, hanya dua tahun ketika pandemi kita tidak melakukan, artinya kita mendoakan para leluhur pendiri Magetan Bupati yang telah mendahului kita. Ada peristiwa pasti hikmah, karena setiap Bupati mempunyai cerita sendiri.

Ada cerita heroik, ada yang menpertaruhkan nyawa seperti Gubernur Suryo, Gubernur Suryo itu dulu Bupati Magetan, beliau dulu sekolahnya Muspia, Muspia itu STPTN kalau zama sekarang, kemudian jadi Bupati, karirnya menjadi Kontroler kemudian akhirnya menjadi Bupati, setelah Indonesia merdeka beliau jadi Gubernur Jawa Timur yang pertama.

Beliau pada waktu dibunuh oleh PKI di Ngawi, beliau bukan gubernur, beliau sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung waktu pemerintahan Indonesia di Jogjakarta, artinya setiap Bupati punya cerita sendiri.

Baca Juga  Warga Desa Glinggang Gelar Tradisi Metik Pari

Eyang Ronggo Galih tahun 1702 jadi Bupati yang kedua, kemudian mengundurkan diri karena tidak sesuai dengan hati nuraninya, ketika berhadapan dengan penjajah, dari situ kita bisa menarik kesimpulan, ketika ketidak adilan, ketika menghadapi persoalan-persoalan itu, seorang pimpinan berbagai macam cara untuk menyelesaikan.

Karena Ronggo Galeh, saya yakin Eyang Ronggo Galih tidak mungkin menghadapi Belanda waktu itu, beliau mengundurkan diri sebagai Adipati.

“Kedepan harapannya Magetan semakin baik, mudah-mudah tidak tertinggal dengan kabupaten lain, menjadi salah satu kabupaten yang membanggakan dan itu semua institusi yang ada di Magetan berkewajiban untuk memberi kontribusi, karena setiap lembaga yang ada di daerah itu pasti ada tugas pokok, untuk masyarakat setempat,”pungkas Suprawoto.

Pos terkait